Halaman

Jumat, 20 Januari 2012

materi mapaba


BAB 1
PENDAHULUAN

Mapaba merupakan forum pengkaderan formal basic tingkat pertama. Disamping sebagai masa penerimaan anggota, forum ini juga sebagai wahana pengenalan PMII dan penanaman nilai (doktrinasi) dan idealisme sosial PMII. Pada fase  ini  harus ditanamkan makna idealisme yang bermuatan relegius bagi mahasiswa dan urgensi perjuangan untuk idealisme itu melalui PMII baik pada struktur formalnya sebagai organisasi maupun pada aspek substansinya sebagai komunitas gerakan mahasisiwa yang berlatar kultur Islam. Karena itu terget yang harus dicapai pada fase ini adalah tertanamnya keyakinan pada setiap individu anggota bahwa PMII adalah organisasi kemahasiswaan yang paling tepat untuk mengembangkan diri dan memperjuangkan idealisme tersebut. Dari tahap ini output yang diharapkan adalah anggota yang mu’taqid , pada proses selanjutnya setelah menjadi mu’taqid, sebagai proses pendalaman materi-materi PMII yang diharuskan mengikuti Follow up selama waktu yang di tentukan, namun berangkat dari sebuah pengalaman saya ,  materi yang di sampaikan pada waktu mapaba masih banyak pemateri yang tidak memberikan makalah sebagai referensi, maka saya mencoba menyusun makalah Materi-materi wajib MAPABA untuk dijadikan pegangan sahabat-sahabat.  Mobilitas atas pembagian ruang diaspora anggota PMII menuntut kecepatan dan ketepatan dalam pembentukan identitas anggota supaya ketika akan diarahkanpun dengan tanaman idiologi dalam diri akan mampu membawa nama baik organisasi kemanapun dia berjalan dan kemanapun ruang yang akan mereka tempati, maka sudah sewajarnya membuat konsepsi dasar gerak yang terarah dengan cara memberi acuan dasar referensi baik berupa goretan kecil atau sistematis rancangan materi agar ketika mereka bergerak lebih leluasa karena adanya referensi gerak yang ada dan sesuai dengan rancangan yang ada supaya arah gerak kritis menuju transformative pun lebih mudah tercapai.

BAB II
SEJARAH SINGKAT
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
A.        PENGANTAR
Panggung pergerakan merupakan medan utama mahasiswa dalam menancapkan api perjuangan di Nusantara. Sejak dirangkai oleh visi kemerdekaan, dunia pemuda dan mahasiswa tidak hanya jadi penonton “hitam putihnya Indonesia” yang baru lepas dari belenggu kolonialisme. Hasrat yang kuat untuk membangun bangsa yang berkeadilan tanpa diskriminasi dan berperadaban adalah isu utama kebangsaan yang diusung oleh mahasiswa. Sejarah mencatat, gerakan mahasiswa awal yang dipelopori oleh sekelompok mahasiswa STOVIA yang mendeklarasikan dirinya sebagai kelompok Budi Utomo ( 20 Mei 1908 ) mampu memelopori perlawanan terhadap kungkungan kolonialisme terhadap bangsa. Mahasiswa pada saat itu mampu mengejawantahkan dirinya sebagai agent of change yang terus bergeliat mencari makna ke arah perubahan yang lebih baik.
Pada dekade 1920-an, terdapat fenomena gerakan baru yang dilakukan oleh serombongan mahasiswa Indonesia. Gerakan mahasiswa pada masa ini terkonsentrasi pada wilayah pembentukan dan pengembangan kelompok-kelompok studi. Format baru tersebut menjadi orientasi gerakan kala itu, karena banyak pemuda dan mahasiswa yang kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia. Melalui kelompok studi, pergaulan di antara para mahasiswa pun tidak dibatasi oleh sekat-sekat kedaerahan, kesukuan, dan keagamaan yang mungkin memperlemah perjuangan mahasiswa. Selanjutnya, sebagai reaksi atas aneka-ragam kecenderungan permusuhan atau perpecahan yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Dimana ketika itu, di samping organisasi politik, juga memang terdapat beberapa wadah perjuangan pemuda yang bersifat keagamaan, kedaerahan, dan kesukuan yang tumbuh subur, seperti Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Islamieten Bond, dan lain-lain. Maka semangat perjuangan pemuda-pemuda Indonesia tersebut harus tercetuskan dalam satu tekad tanpa sekat. Akhirnya, pada 27-28 Oktober 1928 diselenggarakan Kongres Pemuda II, yang menghasilkan rumusan-rumusan baru untuk menyikapi kondisi bangsa. Sumpah setia hasil Kongres Pemuda II tersebut, dibacakan pada 28 Oktober 1928, yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda inilah, muncul generasi baru pemuda Indonesia, angkatan 1928.
Sumpah Pemuda sebagai alat pemersatu semangat kebangsaan mampu mempersatukan tekad para pemuda untuk bersama dan bersatu dalam semangat persatuan Indonesia. Era 1940-an, para pemuda dan mahasiswa tidak hanya diam terpaku melihat kondisi realitas bangsa yang carut marut tanpa kepastian. Pada tahun 1945, pemuda dan mahasiswa mencoba untuk menyatukan persepsi dan segera merumuskan persiapan kemerdekaan Indonesia. Melalui kalangan tua, Soekarno dan Hatta, yang didesak beberapa tokoh muda untuk segera merumuskan persiapan kemerdekaan Indonesia, akhirnya mengabulkan keinginan para pemuda. Dan memproklamasikan negara Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada momentum inilah, fungsi gerakan pemuda Indonesia benar-benar menunjukkan partisipasi yang sangat berarti. Indonesia merdeka yang menjadi impian bangsa Indonesia kini telah terwujud.  Tidak berhenti sampai disini. Paska kemerdekaan Indonesia, pemuda dan mahasiswa terus bergerak untuk berbenah, menyikapi kondisi bangsanya melalui sistim kepartaian yang ada. Seiring dengan suasana Indonesia pada masa-masa awal kemerdekaan hingga Demokrasi Parlementer, yang lebih diwarnai perjuangan partai-partai politik dan saling bertarung berebut kekuasaan, maka pada saat yang sama, mahasiswa lebih melihat diri mereka sebagai The Future Man; artinya, sebagai calon elit yang akan mengisi pos-pos birokrasi pemerintahan yang akan dibangun. Bersamaan dengan diberikannya ruang dalam sistem politik bagi para aktivis mahasiswa yang memiliki hubungan dekat dengan elit politik nasional. Maka pada masa ini banyak organisasi mahasiswa yang tumbuh berafiliasi dengan partai politik. Hingga berujung pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), dan keinginan pemerintahan Soekarno untuk mereduksi partai-partai, maka kebanyakan organisasi mahasiswa pun membebaskan diri dari afiliasi partai dan tampil sebagai aktor kekuatan independen, sebagai kekuatan moral maupun politik yang nyata. Dibuktikan dengan terbentuk dan tergabungnya organisasi mahasiswa (termasuk PMII, GMKI, HMI, Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal -SOMAL-, Mahasiswa Pancasila -Mapancas-, dan Ikatan Pers Mahasiswa -IPMI-) dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) untuk melakukan perlawanan terhadap paham komunis, memudahkan koordinasi dan memiliki kepemimpinan.

B.        LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN PMII
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:
1. Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
2. Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
3. Pisahnya NU dari Masyumi.
4. Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI karena tidak terakomodir dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
5. Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota bene HMI adalah underbouw-nya.
Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa’il Harits Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU. Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma’il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU. Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahsiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:
1. A. Khalid Mawardi (Jakarta)
2. M. Said Budairy (Jakarta)
3. M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4. Makmun Syukri (Bandung)
5. Hilman (Bandung)
6. Ismail Makki (Yogyakarta)
7. Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
8. Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
9. Laily Mansyur (Surakarta)
10. Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
11. Hizbulloh Huda (Surabaya)
12. M. Kholid Narbuko (Malang)
13. Ahmad Hussein (Makassar)
Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid. Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang,Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf "P" merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M.Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah. Independensi PMII Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII. Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain. Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya tidak bisa di pisahkan.
C.        MAKNA FILOSOPIS  PMII
1. Nama PMII
Nama PMII merupakan usulan dari delegasi Bandung dan Surabaya yang mendapat dukungan dari utusan Surakarta. Nama PMII juga mempunyai arti tertentu.
Makna “Pergerakan” adalah dinamika dari hamba yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya yaitu memberi penerang bagi alam sekitarnya. Oleh karena itu PMII harus terus berkiprah menuju arah yang lebih baik sebagai perwujudan tanggungjawabnya pada lingkungan sekitarnya. Selain itu PMII juga harus terus membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuanya selalu berada dalam kualitas kekhalifahanya.
Makna “Mahasiswa” adalah generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra sebagai Insan Religius, Insan Akademis, Insan Sosial dan Insan Mandiri. Dari identitas tersebut terpantul tanggungjawab keagamaan, intelektualitas, sosial-kemasyarakatan dan tanggungjawab individu sebagai hamba Allah maupun sebagai warga Negara.
Makna “Islam” yang dipahami sebagai paradigma Ahlussunnah Wal Jamaah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional terhadap Iman, Islam dan Ihsan, yang di dalam pola pikir dan pola perlakuannya tercermin sifat-sifat selektif, akomodatif dan integratif.
Makna “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa serta UUD 1945. Dan mempunyai komitmen kebangsaan sesuai dengan asas Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Lambang PMII
Lambang PMII diciptakan oleh H. Said Budairi. Lazimnya lambang, lambang PMII memiliki arti yang terkandung di setiap goresannya. Arti dari lambang PMII bisa dijabarkan dari segi bentuknya (form) maupun dari warnanya.
Dari bentuk :
a. Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh luar
b. Bintang  adalah  perlambang ketinggian dan semangat cita- cita yang selalu memancar
c. Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah dengan empat Sahabat terkemuka (Khulafau al Rasyidien)
d. Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang berhauan Ahlussunnah Wal Jama’ah
e. Sembilan bintang sebagai jumlah bintang dalam lambing dapat diartikan ganda yakni :
-  Rasulullah dan empat orang sahabatnya serta empat orang Imam mazhab itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat manusia.
- Sembilan orang pemuka penyebar  agama Islam di Indonesia yang disebut WALISONGO.
Dari warna :
a.       Biru, sebagaimana warna lukisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan Wawasan Nusantara
b.      Biru muda, sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah, berarti ketinggian ilmu pengertahuan, budi pekerti dan taqwa.
c.       Kuning, sebagaimana warna dasar perisai- perisai  sebelah bawah, berarti identitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala dalam membela kepentingan kaum marginal.
3. KETUA UMUM PB PMII  ( 1960-2013)
1.      (Alm) Mahbub Djunaidi (1960-1961)
2.      (Alm) Mahbub Djunaidi (1961-1963)
3.      (Alm) Mahbub Djunaidi (1963-1967)
4.      (Alm) M. Zamroni, BA (1967-1970)
5.      (Alm) M. Zamroni, BA (1970-1973)
6.      Drs. Abduh Paddere (1973-1977)
7.      Ahmad Bagdja (1977-1981)
8.      Muhyiddin Arubusman (1981-1985)
9.      Surya Darma Ali (1985-1988)
10.  Iqbal Assegaf (1988-1991)
11.  Ali Masykur Moesa (1991-1994)
12.  Muhaimin Iskandar (1994-1997)
13.  Saiful Bahri Anshori (1997-2000)
14.  Nusron Wahid (2000-2003)
15.  Malik Haramain (2003-2005)
16.  Heri Haryanto Azumi (2005-2008)
17.  M.Rodli Khaelani (2008-2010)
18.  Adien Zauharudin (2011-2013)


4.         PC PMII Kota Sukabumi
No
Nama
Jabatan
Asal komisariat
Masa khidmat
1
Yosep  Pujianto
Indra Sundawan
Ketua Umum
Sekretaris Umum
Syamsul ‘Ulum
STKIP PGRI
2006-2007
2
Adi Saparul Ardi
Wing-Wing Suhendar
Ketua Umum
Sekretaris Umum
STIE Penguji
Syamsul ‘Ulum
2007-2008
3
Mirwan Fauzi Hambali
Dani Ramdani
Ketua umum
Sekretaris Umum
STAI Sukabumi
Syamsul ‘Ulum
2008-2009
4
Regina Mulia
Saepul Rahman
Ketua umum
Sekretaris Umum
STT Nusa putra
Syamsul ‘Ulum
2010-2011























BAB III
AHLUSSUNAH WA AL-JAMA’AH

A.    PENGANTAR
Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) merupakan bagian integral dari sistem keorganisasian PMII. Dalam NDP (Nilai Dasar Pergerakan) disebutkan bahwa Aswaja merupakan metode pemahaman dan pengamalan keyakinan Tauhid. Lebih dari itu, disadari atau tidak Aswaja merupakan bagian kehidupan sehari-hari setiap anggota/kader organisasi kita. Akarnya tertananam dalam pada pemahaman dan perilaku penghayatan kita masing-masing dalam menjalankan Islam.
Selama ini proses reformulasi Ahlussunnah wal Jama’ah telah berjalan, bahkan masih berlangsung hingga saat ini. Tahun 1994, dimotori oleh KH Said Agil Siraj muncul gugatan terhadap Aswaja yang sampai saat itu diperlakukan sebagai sebuah madzhab. Padahal di dalam Aswaja terdapat berbagai madzhab, khususnya dalam bidang fiqh. Selain itu, gugatan muncul melihat perkembangan zaman yang sangat cepat dan membutuhkan respon yang kontekstual dan cepat pula. Dari latar belakang tersebut dan dari penelusuran terhadap bangunan isi Aswaja sebagaimana selama ini digunakan, lahirlah gagasan ahlussunnah wal-jama’ah sebagai manhaj al-fikr (metode berpikir).
PMII melihat bahwa gagasan tersebut sangat relevan dengan perkembangan zaman, selain karena alasan muatan doktrinal Aswaja selama ini yang terkesan terlalu kaku. Sebagai manhaj, Aswaja menjadi lebih fleksibel dan memungkinkan bagi pengamalnya untuk menciptakan ruang kreatifitas dan menelorkan ikhtiar-ikhtiar baru untuk menjawab perkembangan zaman.
Bagi PMII Aswaja juga menjadi ruang untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna bagi setiap tempat dan zaman. Islam tidak diturunkan untuk sebuah masa dan tempat tertentu. Kehadirannya dibutuhkan sepanjang masa dan akan selalu relevan. Namun relevansi dan makna tersebut sangat tergantung kepada kita, pemeluk dan penganutnya, memperlakukan dan mengamalkan Islam. Di sini, PMII sekali lagi melihat bahwa Aswaja merupakan pilihan paling tepat di tengah kenyataan masyarakat kepulauan Indonesia yang beragam dalam etnis, budaya dan agama.
B.     SKETSA SEJARAH
Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) lahir dari pergulatan intens antara doktrin dengan sejarah. Di wilayah doktrin, debat meliputi soal kalam mengenai status Al-Qur’an apakah ia makhluk atau bukan, kemudian debat antara Sifat-Sifat Allah antara ulama Salafiyyun dengan golongan Mu’tazilah, dan seterusnya.
Di wilayah sejarah, proses pembentukan Aswaja terentang hingga zaman al-khulafa’ ar-rasyidun, yakni dimulai sejak terjadi Perang Shiffin yang melibatkan Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dengan Muawiyah. Bersama kekalahan Khalifah ke-empat tersebut, setelah dikelabui melalui taktik arbitrase (tahkim) oleh kubu Muawiyah, ummat Islam makin terpecah kedalam berbagai golongan. Di antara mereka terdapat Syi’ah yang secara umum dinisbatkan kepada pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib, golongan Khawarij yakni pendukung Ali yang membelot karena tidak setuju dengan tahkim, dan ada pula kelompok Jabariyah yang melegitimasi kepemimpinan Muawiyah.
Selain tiga golongan tersebut masih ada Murjiah dan Qadariah, faham bahwa segala sesuatu yang terjadi karena perbuatan manusia dan Allah tidak turut campur (af’al al-ibad min al-ibad) – berlawanan dengan faham Jabariyah.
Di antara kelompok-kelompok itu, adalah sebuah komunitas yang dipelopori oleh Imam Abu Sa’id Hasan ibn Hasan Yasar al-Bashri (21-110 H/639-728 M), lebih dikenal dengan nama Imam Hasan al-Bashri, yang cenderung mengembangkan aktivitas keagamaan yang bersifat kultural (tsaqafiyah), ilmiah dan berusaha mencari jalan kebenaran secara jernih. Komunitas ini menghindari pertikaian politik antara berbagai faksi politik (firqah) yang berkembang ketika itu. Sebaliknya mereka mengembangkan sistem keberagamaan dan pemikiran yang sejuk, moderat dan tidak ekstrim. Dengan sistem keberagamaan semacam itu, mereka tidak mudah untuk mengkafirkan golongan atau kelompok lain yang terlibat dalam pertikaian politik ketika itu.
Seirama waktu, sikap dan pandangan tersebut diteruskan ke generasi-generasi Ulama setelah beliau, di antaranya Imam Abu Hanifah Al-Nu’man (w. 150 H), Imam Malik Ibn Anas (w. 179 H), Imam Syafi’i (w. 204 H), Ibn Kullab (w. 204 H), Ahmad Ibn Hanbal (w. 241 H), hingg tiba pada generasi Abu Hasan Al-Asy’ari (w 324 H) dan Abu Mansur al-Maturidi (w. 333 H). Kepada dua ulama terakhir inilah permulaan faham Aswaja sering dinisbatkan; meskipun bila ditelusuri secara teliti benih-benihnya telah tumbuh sejak dua abad sebelumnya.
Indonesia merupakan salah satu penduduk dengan jumlah penganut faham Ahlussunnah wal Jama’ah terbesar di dunia. Mayoritas pemeluk Islam di kepulauan ini adalah penganut madzhab Syafi’i, dan sebagian terbesarnya tergabung – baik tergabung secara sadar maupun tidak – dalam jam’iyyah Nahdlatul ‘Ulama, yang sejak awal berdiri menegaskan sebagai pengamal Islam ala Ahlussunnah wal-Jama’ah.
C.    PENGERTIAN
Secara semantik arti Ahlussunnah wal jama’ah adalah sebagai berikut. Ahl berarti pemeluk, jika dikaitkan dengan aliran atau madzhab maka artinya adalah pengikut aliran atau pengikut madzhab (ashab al-madzhab). Al-Sunnah mempunyai arti jalan, di samping memiliki arti al-Hadist. Disambungkan dengan ahl keduanya bermakna pengikut jalan Nabi, para Shahabat dan tabi’in. Al-Jamaah berarti sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Bila dimaknai secara kebahasaan, Ahlusunnah wal Jama’ah berarti segolongan orang yang mengikuti jalan Nabi, Para Shahabat dan tabi’in.
Nahdlatul ‘Ulama merupakan ormas Islam pertama di Indonesia yang menegaskan diri berfaham Aswaja. Dalam Qanun Asasi (konstitusi dasar) yang dirumuskan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari juga tidak disebutkan definisi Aswaja. Namun tertulis di dalam Qanun tersebut bahwa Aswaja merupakan sebuah faham keagamaan dimana dalam bidang akidah menganut pendapat Abu Hasan Al-Asy’ari dan Al-Maturidi, dalam bidang fiqh menganut pendapat dari salah satu madzhab empat (madzahibul arba’ah – Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali), dan dalam bidang tasawuf/akhlak menganut Imam Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid Al-Ghazali.
Selama kurun waktu berdirinya (1926) hingga sekitar tahun 1994, pengertian Aswaja tersebut bertahan di tubuh Nahdlatul Ulama. Baru pada sekitar pertengahan dekade 1990 tersebut, muncul gugatan yang mempertanyakan, tepatkah Aswaja dianut sebagai madzhab, atau lebih tepat dipergunakan dengan cara lain?
Aswaja sebagai madzhab artinya seluruh penganut Ahlussunnah wal Jama’ah menggunakan produk hukum atau pandangan para Ulama dimaksud. Pengertian ini dipandang sudah tidak lagi relevan lagi dengan perkembangan zaman mengingat perkembangan situasi yang berjalan dengan sangat cepat dan membutuhkan inovasi baru untuk menghadapinya. Selain itu, pertanyaan epistimologis terhadap pengertian itu adalah, bagaimana mungkin terdapat madzhab di dalam madzhab?
Dua gugatan tersebut dan banyak lagi yang lain, baik dari tinjauan sejarah, doktrin maupun metodologi, yang menghasilkan kesimpulan bahwa Aswaja tidak lagi dapat diikuti sebagai madzhab. Lebih dari itu, Aswaja harus diperlakukan sebagai manhaj al-fikr atau metode berpikir.


D.    ASWAJA SEBAGAI MANHAJ AL-FIKR

Kurang lebih sejak 1995/1997, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia meletakkan Aswaja sebagai manhaj al-fikr. Tahun 1997 diterbitkan sebuah buku saku tulisan Sahabat Chatibul Umam Wiranu berjudul Membaca Ulang Aswaja (PB PMII, 1997). Buku tersebut merupakan rangkuman hasil Simposium Aswaja di Tulungagung. Konsep dasar yang dibawa dalam Aswaja sebagai manhaj al-fikr tidak dapat dilepas dari gagasan KH Said Agil Siraj yang mengundang kontroversi, mengenai perlunya Aswaja ditafsir ulang dengan memberikan kebebasan lebih bagi para intelektual dan ulama untuk merujuk langsung kepada ulama dan pemikir utama yang tersebut dalam pengertian Aswaja.
PMII memandang bahwa Ahlussunnah wal-jama’ah adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan dengan berlandaskan atas dasar moderasi, menjaga keseimbangan dan toleran. Aswaja bukan sebuah madzhab melainkan sebuah metode dan prinsip berpikir dalam menghadapi persoalan-persoalan agama sekaligus urusan sosial-kemasyarakatan; inilah makna Aswaja sebagai manhaj al-fikr.
Sebagai manhaj al-fikr, PMII berpegang pada prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tawazun (netral), ta’adul (keseimbangan), dan tasamuh (toleran). Moderat tercermin dalam pengambilan hukum (istinbath) yaitu memperhatikan posisi akal di samping memperhatikan nash. Aswaja memberi titik porsi yang seimbang antara rujukan nash (Al-Qur’an dan al-Hadist) dengan penggunaan akal. Prinsip ini merujuk pada debat awal-awal Masehi antara golongan yang sangat menekankan akal (mu’tazilah) dan golongan fatalis.
Sikap netral (tawazun) berkaitan sikap dalam politik. Aswaja memandang kehidupan sosial-politik atau kepemerintahan dari kriteria dan pra-syarat yang dapat dipenuhi oleh sebuah rezim. Oleh sebab itu, dalam sikap tawazun, pandangan Aswaja tidak terkotak dalam kubu mendukung atau menolak sebuah rezim. Aswaja, oleh karena itu PMII tidak membenarkan kelompok ekstrim yang hendak merongrong kewibawaan sebuah pemerintahan yang disepakati bersama, namun tidak juga berarti mendukung sebuah pemerintahan. Apa yang dikandung dalam sikap tawazun tersebut adalah memperhatikan bagaimana sebuah kehidupan sosial-politik berjalan, apakah memenuhi kaidah atau tidak.
Keseimbangan (ta’adul) dan toleran (tasamuh) terefleksikan dalam kehidupan sosial, cara bergaul dalam kondisi sosial budaya mereka. Keseimbangan dan toleransi mengacu pada cara bergaul PMII sebagai Muslim dengan golongan Muslim atau pemeluk agama yang lain. Realitas masyarakat Indonesia yang plural, dalam budaya, etnis, ideologi politik dan agama, PMII pandang bukan semata-mata realitas sosiologis, melainkan juga realitas teologis. Artinya bahwa Allah SWT memang dengan sengaja menciptakan manusia berbeda-beda dalam berbagai sisinya. Oleh sebab itu, tidak ada pilihan sikap yang lebih tepat kecuali ta’adul dan tasamuh.
PRINSIP ASWAJA SEBAGAI MANHAJ
Berikut ini adalah prinsip-prinsip Aswaja dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip tersebut meliputi Aqidah, pengambilan hukum, tasawuf/akhlak dan bidang sosial-politik.
1.      AQIDAH
Dalam bidang Aqidah, pilar-pilar yang menjadi penyangga aqidah Ahlussunnah wal-Jama’ah diantaranya yang pertama adalah aqidah Uluhiyyah (Ketuhanan), berkait dengan ikhwal eksistensi Allah SWT.
Pada tiga abad pertama Hijriyah, terjadi banyak perdebatan mengenai Esksitensi sifat dan asma Allah SWT. Dimana terjadi diskursus terkait masalah apakah Asma Allah tergolong dzat atau bukan. Abu Hasan Al-Asy’ari (w. 324 H) secara filosofis berpendapat bahwa nama (ism) bukanlan yang dinamai (musamma), Sifat bukanlah yang disifati (mausuf), sifat bukanlah dzat. Sifat-sifat Allah adalah nama-nama (Asma’) Nya. Tetapi nama-nama itu bukanlah Allah dan bukan pula selain-Nya.
Aswaja menekankan bahwa pilar utama ke-Imanan manusia adalah Tauhid; sebuah keyakinan yang teguh dan murni yang ada dalam hati setiap Muslim bahwa Allah-lah yang Menciptakan, Memelihara dan Mematikan kehidupan semesta alam. Ia Esa, tidak terbilang dan tidak memiliki sekutu.
Pilar yang kedua adalah Nubuwwat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rosul sebagai utusannya. Sebuah wahyu yang dijadikan sebagai petunjuk dan juga acuan ummat manusia dalam menjalani kehidupan menuju jalan kebahagiaan dunia dan akhirat, serta jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Dalam doktrin Nubuwwat ini, ummat manusia harus meyakini dengan sepebuhnya bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT, yang membawa risalah (wahyu) untuk umat manusia. Dia adalah Rasul terakhir, yang harus diikuti oleh setiap manusia.
Pilar yang ketiga adalah Al-Ma’ad, sebuah keyakinan bahwa nantinya manusia akan dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat dan setiap manusia akan mendapat imbalan sesuai amal dan perbuatannya (yaumul jaza’). Dan mereka semua akan dihitung (hisab) seluruh amal perbuatan mereka selama hidup di dunia. Mereka yang banyak beramal baik akan masuk surga dan mereka yang banyak beramal buruk akan masuk neraka.
2.      BIDANG SOSIAL POLITIK
Berbeda dengan golongan Syi’ah yang memiliki sebuah konsep negara dan mewajibkan berdirinya negara (imamah), Ahlussunnah wal-jama’ah dan golongan sunni umumnya memandang negara sebagai kewajiban fakultatif (fardhu kifayah). Pandangan Syi’ah tersebut juga berbeda dengan golongan Khawarij yang membolehkan komunitas berdiri tanpa imamah apabila dia telah mampu mengatur dirinya sendiri. Bagi ahlussunnah wal jama’ah, negara merupakan alat untuk mengayomi kehidupan manusia untuk menciptakan dan menjaga kemashlahatan bersama (mashlahah musytarakah).
Ahlussunnah wal-Jama’ah tidak memiliki konsep bentuk negara yang baku. Sebuah negara boleh berdiri atas dasar teokrasi, aristokrasi (kerajaan) atau negara-modern/demokrasi, asal mampu memenuhi syarat-syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah negara. Apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka gugurlah otoritas (wewenang) pemimpin negara tersebut. Syarat-syarat itu adalah:
Prinsip Syura (musyawarah)
Negara harus mengedepankan musyawarah dalam mengambil segala keputusan dan setiap keputusan, kebijakan dan peraturan. Salah satu ayat yang menegaskan musyawarah adalah sebagai berikut:
“Maka sesuatu apapun yang diberikan kepadamu itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. (QS Al-Syura, 42: 36-39)
Prinsip Al-‘Adl (Keadilan)
Keadilan adalah salah satu Perintah yang paling banyak ditemukan dalam Al-Qur’an. Prinsip ini tidak boleh dilanggar oleh sebuah pemerintahan, apapun bentuk pemerintahan itu. Berikut ini adalah salah satu ayat yang memerintahkan keadilan.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS An-Nisa, 4: 58)
Prinsip Al-Hurriyyah (kebebasan)
Negara wajib menciptakan dan menjaga kebebasan bagi warganya. Kebebasan tersebut wajib hukumnya karena merupakan kodrat asasi setiap manusia. Prinsip kebebasan manusia dalam Syari’ah dikenal dengan Al-Ushulul-Khams (prinsip yang lima), yaitu:
Hifzhu al-Nafs (menjaga jiwa); adalah kewajiban setiap kepemimpinan (negara) untuk menjamin kehidupan setiap warga negara; bahwa setiap warga negara berhak dan bebas untuk hidup dan berkembang dalam wilayahnya.
Hifzhu al-Din (menjaga agama); adalah kewajiban setiap kepemimpinan untuk menjamin kebebasan setiap orang memeluk, meyakini dan menjalankan Agama dan Kepercayaannya. Negara tidak berhak memaksakan atau melarang sebuah agama atau kepercayaan kepada warga negara.
Hifzhu al-Mal (menjaga harta benda); adalah kewajiban setiap kepemimpinan untuk menjamin keamanan harta benda yang dimiliki oleh warga negaranya. Negara wajib memberikan jaminan keamanan dan menjamin rakyatnya hidup sesuai dengan martabat rakyat sebagai manusia.
Hifzhu al-Nasl; bahwa negara wajib memberikan jaminan terhadap asal-usul, identitas, garis keturunan setiap warga negara. Negara harus menjaga kekayaan budaya (etnis), tidak boleh mangunggulkan dan memprioritaskan sebuah etnis tertentu. Hifzhu al-Nasl berarti negara harus memperlakukan sama setiap etnis yang hidup di wilayah negaranya.
Hifzh al-‘Irdh; jaminan terhadap harga diri, kehormatan, profesi, pekerjaan ataupun kedudukan setiap warga negara. Negara tidak boleh merendahkan warga negaranya karena profesi dan pekerjaannya. Negara justru harus menjunjung tinggi dan memberikan tempat yang layak bagi setiap warga negara.
Al-Ushulul Khams identik dengan konsep Hak Azazi Manusia yang lebih dikenal dalam dunia modern – bahkan mungkin di kalangan ahlussunnah wal-jama’ah. Lima pokok atau prinsip di atas menjadi ukuran baku bagi legitimasi sebuah kepemerintahan sekaligus menjadi acuan bagi setiap orang yang menjadi pemimpin di kelak kemudian hari.
Prinsip Al-Musawah (Kesetaraan Derajat)
Bahwa manusia diciptakan sama oleh Allah SWT. Antara satu manusia dengan mausia lain, bangsa dengan bangsa yang lain tidak ada pembeda yang menjadikan satu manusia atau bangsa lebih tinggi dari yang lain. Manusia diciptakan berbeda-beda adalah untuk mengenal antara satu dengan yang lain. Sehingga tidak dibenarkan satu manusia dan sebuah bangsa menindas manusia dan bangsa yang lain. Dalam surat Al-Hujuraat disebutkan:
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujuraat, 49: 13)
Perbedaan bukanlah semata-mata fakta sosiologis, yakni fakta yang timbul akibat dari relasi dan proses sosial. Perbedaan merupakan keniscayaan teologis yang Dikehendaki oleh Allah SWT. Demikian disebutkan dalam surat Al-Ma’idah.
Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu. (Al-Maidah; 5: 48)
Dalam sebuah negara kedudukan warga negara adalah sama. Orang-orang yang menjabat di tubuh pemerintahan memiliki kewajiban yang sama sebagai warga negara. Mereka memiliki jabatan semata-mata adalah untuk mengayomi, melayani dan menjamin kemashlahatan bersama, dan tidak ada privilege (keistimewaan) khususnya di mata hukum. Negara justru harus mampu mewujudkan kesetaraan derajat antar manusia di dalam wilayahnya, yang biasanya terlanggar oleh perbedaan status sosial, kelas ekonomi dan jabatan politik.
Dengan prinsip-prinsip di atas, maka tidak ada doktrin Negara Islam, Formalisasi Syari’at Islam dan Khilafah Islamiyah bagi Ahlussunnah wal-Jama’ah. Sebagaimana pun tidak didapati perintah dalam Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas untuk mendirikan salah satu di antara ketiganya. Islam hanya diharuskan untuk menjamin agar sebuah pemerintahan – baik negara maupun kerajaan – harus mampu memenuhi 4 (empat) kriteria di atas.

3.      BIDANG ISTINBATH AL-HUKM (Pengambilan Hukum Syari’ah)
Hampir seluruh kalangan Sunni menggunakan empat sumber hukum yaitu:
·         Al-Qur’an
·         As-Sunnah
·         Ijma’
·         Qiyas
Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam pengambilan hukum (istinbath al-hukm) tidak dibantah oleh semua madzhab fiqh. Sebagai sumber hukum naqli posisinya tidak diragukan. Al-Qur’an merupakan sumber hukum tertinggi dalam Islam.
Sementara As-Sunnah meliputi al-Hadist dan segala tindak dan perilaku Rasul SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh para Shabat dan Tabi’in. Penempatannya ialah setelah proses istinbath al-hukm tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, atau digunakan sebagai komplemen (pelengkap) dari apa yang telah dinyatakan dalam Al-Qur’an.
As-Sunnah sendiri mempunyai tingkat kekuatan yang bervariasi. Ada yang terus-menerus (mutawatir), terkenal (masyhur) ataupun terisolir (ahad). Penentuan tingkat As-Sunnah tersebut dilakukan oleh Ijma’ Shahabah.
Menurut Abu Hasan Ali Ibn Ali Ibn Muhammad Al-Amidi, Ijma’ adalah Kesepakatan kelompok legislatif (ahl al-halli wa al-aqdi) dan ummat Muhammad pada suatu masa terhadap suatu hukum dari suatu kasus. Atau kesepakatan orang-orang mukallaf dari ummat Muhammada pada suatu masa terhadap suatu hukum dari suatu kasus.
Dalam Al-Qur’an dasar Ijma’ terdapat dalam QS An-Nisa’, 4: 115 “Dan barang siapa menentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” Dan “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia..” QS Al-Baqarah, 2: 143.
Qiyas, sebagai sumber hukum Islam, merupakan salah satu hasil ijtihad para Ulama. Qiyas yaitu mempertemukan sesuatu yang tak ada nash hukumnya dengan hal lain yang ada nash hukumnya karena ada persamaan ‘illat hukum. Qiyas sangat dianjurkan untuk digunakan oleh Imam Syafi’i.

4.      TASAWUF
Imam Al-Junaid bin Muhammad Al-Baghdadi menjelaskan “Tasawuf artinya Allah mematikan dirimu dari dirimu, dan menghidupkan dirimu dengan-Nya; Tasawuf adalah engkau berada semata-mata bersama Allah SWT tanpa keterikatan apa pun.”
Imam Abu Hamid Al-Tusi Al-Ghazali menjelaskan “Tasawuf adalah menyucikan hati dari apa saja selain Allah… Aku simpulkan bahwa kaum sufi adalah para pencari di Jalan Allah, dan perilaku mereka adalah perilaku yang terbaik, jalan mereka adalah jalan yang terbaik, dan pola hidup mereka adalah pola hidup yang paling tersucikan. Mereka telah membersihkan hati mereka dari berbagai hal selain Allah dan menjadikannya sebagai saluran tempat mengalirnya sungai-sungai yang membawa ilmu-ilmu dari Allah.”
“berada semata-mata bersama Allah SWT tanpa keterikatan apapun” kata Imam Al-Junaid, lalu “menyucikan hati dari apa saja selain Allah…. Mereka (kaum Sufi) telah membersihkan hati mereka dari berbagai hal selain Allah..,” kata Imam Al-Ghazali. Seorang sufi adalah mereka yang mampu membersihkan hatinya dari keterikatan selain kepada-Nya.
Ketidakterikatan kepada apapun selain Allah SWT adalah proses batin dan perilaku yang harus dilatih bersama keterlibatan kita di dalam urusan sehari-hari yang bersifat duniawi. Zuhud harus dimaknai sebagai ikhtiar batin untuk melepaskan diri dari keterikatan selain kepada-Nya tanpa meninggalkan urusan duniawi. Mengapa? karena justru di tengah-tengah kenyataan duniawi posisi manusia sebagai Hamba dan fungsinya sebagai Khalifah harus diwujudkan.
Banyak contoh sufi atau ahli tasawuf yang telah zuhud namun juga sukses dalam ukuran duniawi. Kita lihat saja Imam Al-Junaid adalah adalah pengusaha botol yang sukses, Al-Hallaj sukses sebagai pengusaha tenun, Umar Ibn Abd Aziz adalah seorang sufi yang sukses sebagai pemimpin negara, Abu Sa’id Al Kharraj sukses sebagai pengusaha konveksi, Abu Hasan al-Syadzily sukses sebagai petani, dan Fariduddin al-Atthar sukses sebagai pengusaha parfum. Mereka adalah sufi yang pada maqomnya tidak lagi terikat dengan urusan duniawi tanpa meninggalkan urusan duniawi.
Urusan duniawi yang mendasar bagi manusia adalah seperti mencari nafkah (pekerjaan), kemudian berbuntut pada urusan lain seperti politik. Dari urusan-urusan itu kita lantas bersinggungan dengan soal-soal ekonomi, politik-kekuasaan, hukum, persoalan sosial dan budaya. Dalam Tasawuf urusan-urusan tersebut tidak harus ditinggalkan untuk mencapai zuhud, justru kita mesti menekuni kenyataan duniawi secara total sementara hati/batin kita dilatih untuk tidak terikat dengan urusan-urusan itu. Di situlah zuhud kita maknai, yakni zuhud di dalam batin sementara aktivitas sehari-hari kita tetap diarahkan untuk mendarmabaktikan segenap potensi manusia bagi terwujudnya masyarakat yang baik.
E.     PENUTUP
Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai manhaj al fikr bersifat dinamis dan sangat terbuka bagi pembaruan-pembaruan. Sebagai sebuah metode pemahaman dan penghayatan, dalam makna tertentu ia tidak dapat disamakan dengan metode akademis yang bersifat ilmiah. Dalam metode akademik, sisi teknikalitas pendekatan diatur sedemikian rupa sehingga menjadi prosedur yang teliti dan nyaris pasti. Namunpun demikian dalam ruang akademis pembaharuan atau perubahan sangat mungkin terjadi.
Sebagai metode berpikir, boleh jadi pada saatnya nanti Aswaja akan memiliki kadar teknikalitas sama tinggi dengan metode ilmiah. Namun dalam pandangan kami upaya pemahaman yang lebih komprehensif dan mendalam terhadap Aswaja perlu kita upayakan bersama-sama terlebih dahulu. Khususnya terhadap apa yang telah kami sajikan di sini, yang sangat butuh banyak masukan. Sebuah kebutuhan lanjut, semacam jabaran teknis untuk memandu langkah per langkah tindakan dan pandangan gerakan, akan muncul kemudian apabila kenyataan lapangan sungguh-sungguh menuntut dan membutuhkannya. Akan tetapi sepanjang kebutuhan primer kolektif kita masih terletak pada memahami, hal semacam itu kami pandang belum menjadi kebutuhan objektif.










BAB IV
NILAI DASAR PERGERAKAN
( NDP )
A.    PENGANTAR
Berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia berusaha menggali sumber nilai dan potensi insan warga pergerakan untuk dimodifikasi di dalam tatanan nilai baku yang kemudian menjadi citra diri yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII. Hali ini dibutuhkan di dalam memberikan kerangka, arti dan motivasi dan wawasan pergerakan dan sekaligus memberikan dasar pembenar terhadap apa saja yang akan dan mesti dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan sesuai dengan maksud didirikannya organisasi ini. Insaf dan sadar bahwa semua itu adalah keharusan bagi setiap fungsionaris maupun anggota PMII untuk memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara orang perorang maupun bersama-sama.
B.     ARTI, FUNGSI, DAN KEDUDUKAN
Arti :
Secara esensial Nilai Dasar Pergerakan ini adalah suatu sublimasi nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan Ahlussunnah wal jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah dan mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi Nilai Dasar Pergerakan ini meliputi cakupan aqidah, syari’ah dan akhlak dalam upaya kita memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan Ahlussunnah wal jama’ah sebagai pemahaman keagamaan yang paling benar.
Fungsi  NDP
Landasan berpijak:
Bahwa NDP menjadi landasan setiap gerak langkah dan kebijakan yang harus dilakukan.
Landasan berpikir :
Bahwa NDP menjadi landasan pendapat yang dikemukakan terhadappersoalan-persoalan yang dihadapi.
Sumber motivasi :
Bahwa NDP menjadi pendorong kepada anggota untuk berbuat dan bergerak sesuai dengan nilai yang terkandung di dalamnya.
Kedudukan NDP :
Rumusan nilai-nilai yang seharusnya dimuat dan menjadi aspek ideal dalam berbagai aturan dan kegiatan PMII. Landasan dan dasar pembenar dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku.
C.    RUMUSAN NILAI DASAR PERGERAKAN

1. TAUHID :
Meng-Esakan Allah SWT, merupakan nilai paling asasi yang dalam sejarah agama samawi telah terkandung sejak awal keberadaan manusia.  Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat-sifat, dan perbutan-perbuatan-Nya. Allah adalah dzat yang fungsional. Allah menciptakan, memberi petunjuk, memerintah, dan memelihara alam semesta ini. Allah juga menanamkan pengetahuan, membimbing dan menolong manusia. Allah Maha Mengetahui, Maha Menolong, Maha Bijaksana, Hakim, Maha Adil, dan Maha Tunggal. Allah Maha Mendahului dan Maha Menerima segala bentuk pujaan dan penghambaan.
Keyakina seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari pada alam semesta, serta merupakan kesadaran dan keyakinan kepada yang ghaib. Oleh karena itu, tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memadu, dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan, dan perwujudan dalam perbuatan. Maka konsekuensinya Pergerakan harus mampu melarutkan nilai-nilai Tauhid dalam berbagai kehidupan serta terkomunikasikan dan mermbah ke sekelilingnya. Dalam memahami dan mewujudkan itu, Pergerakan telah memiliki Ahlussunnah wal jama'ah sebagai metode pemahaman dan penghayatan keyakinan itu.
2. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH
Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaan-Nya yang lain. Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya fikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah, manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentauan-Nya. Untuk itu, manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah.
Dengan demikian, dalam kehidupan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dan sebagai hamba Allah. Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh, dengan tidak menjalani yang satu sambil mengabaikan yang lain. Sebab memilih salah satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan dan fungsi kemanusiaan yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawentahkan prinsip tauhid secara maksimal.
Pola hubungan dengan Allah juga harus dijalani dengan ikhlas, artinya pola ini dijalani dengan mengharapkan keridloan Allah. Sehingga pusat perhatian dalam menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah. Dengan demikian, berarti diberikan penekanan menjadi insan yang mengembangkan dua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, sehingga muncul manusia-manusia yang berkesadaran tinggi, kreatif dan dinamik dalam berhubungan dengan Allah, namun tetap taqwa dan tidak pongah Kepada Allah. Dengan karunia akal, manusia berfikir, merenungkan dan berfikir tentang ke-Maha-anNya, yakni ke-Mahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun. Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif memungkinkan dirinyas untuk menirukan fungsi ke-Maha-anNya itu, sebab dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah - fitrah suci yang selalu memproyeksikan terntang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepadaNya, Manusia berarti tengah menjalankan fungsi Al Quddus. Ketika manusia berbelas kasih dan berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka ia telah memerankan fungsi Arrahman dan Arrahim. Ketikamanusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi Al Ghoniyyu. Demikian pula dengan peran ke-Maha- an Allah yang lain, Assalam, Al Mukmin, dan lain sebagainya. Atau pendek kata, manusia dengan anugrah akal dan seperangkat potensi yang dimilikinya yang dikerjakan dengan niatyang sungguh-sungguh, akan memungkinkan manusia menggapai dan memerankan fungsi-fungsi Asma'ul Husna. Di dalam melakukan pekerjaannya itu, manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. 14) Dari semua pola tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai yang diupayakan, karenanya manusia dituntut untuk selalu memfungsikan secara maksimal ke4merdekaan yang dimilikinya, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama dalam konteks kehidupan di tengah-tengah alam dan kerumunan masyarakat, sebab perubahan dan perkembangan hanyalah milikNya, oleh dan dari manusia itu sendiri.15)
Sekalipun di dalam diri manusia dikaruniai kemerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu dipagari oleh keterbatasan-keterbatasan, sebab prerputaran itu semata-mata tetap dikendalaikan oleh kepastian-kepastian yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana,yang semua alam ciptaanNya iniselalu tunduk pada sunnahNya, pada keharusan universal atau takdir. 16 ) Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha ( ikhtiar ) untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh, kaya atau miskin, manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas dengan hasil karyanya. Tetapi harus sadar pula dengan keterbatasan- keterbatasannya, karaena semua itu terjadi sesuai sunnatullah, hukum alam dan sebab akibat yang selamanya tidak berubah, maka segala upaya harus diserrtai dengan tawakkal. Dari sini dapat dipahami bahwa manusia dalam hidup dan kehidupannya harus selalu dinamis, penuh dengan gerak dan semangat untuk berprestasi secara tidak fatalistis. Dan apabila usaha itu belum berhasil, maka harus ditanggapi dengan lapang dada, qona'ah (menerima) karena disitulah sunnatullah berlaku. Karenanya setiap usaha yang dilakukan harus disertai dengan sikap tawakkal kepadaNya. 17 )
3. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MANUSIA
Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruhNya kepada materi dasar manusia menunjukan , bahwa manusia berkedudukaan mulia diantara ciptaan-ciptaan Allah. Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki manusia, anak manusia mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Sebagai warga dunia manusia adalah satu dan sebagai warga negara manusia adalah sebangsa , sebagai mukmin manusia adalah bersaudara. 18)  Tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya , kecuali karena ketakwaannya. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya , tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya, agar antara satu dengan yang lainnya saling mengenal, selalu memadu kelebihan masing-masing untuk saling kait mengkait atau setidaknya manusia harus berlomba dalam mencaridanmencapai kebaikan, oleh karena itu manusia dituntut untuk saling menghormati, bekerjasama, totlong menolong, menasehati, dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.
Manusia telah dan harus selalu mengembangkan tanggapannya terhadap kehidupan. Tanggapan tersebut pada umumnya merupakan usaha mengembangkan kehidupan berupa hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Dengan demikian maka hasil itu merupakan budaya manusia, yang sebagian dilestarikan sebagai tradisi, dan sebagian diubah. Pelestarian dan perubahan selalu mewarnai kehidupan manusia. Inipun dilakukan dengan selalu memuat nilai-nilai yang telah disebut di bagian awal, sehingga budaya yang bersesuaian bahkan yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai tersebut dilestarikan, sedang budaya yang tidak bersesuaian diperbaharui. Kerangka bersikap tersebut mengisyaratkan bergerak secara dinamik dan kreatif dalam kehidupan manusia. Manusia dituntut untuk memanfaatkan potensinya yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Melalui pemanfaatan potensi diri itu justru manusia menyadari asal mulanya, kejadian, dan makna kehadirannya di dunia.
Dengan demikian pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai dalam hubungan dengan Allah, manusia dan alam selaras dengan perekembangan kehidupandan mengingat perkembangan suasana. Memang manusia harus berusaha menegakan iman, taqwa dan amal shaleh guna mewujudkan kehidupan yang baik dan penuh rahmat di dunia. Di dalam kehidupan itu sesama manusia saling menghormati harkat dan martabat masing-masing , berderajat, berlaku adil dan mengusahakan kebahagiaan bersama. Untuk diperlukan kerjasama yang harus didahului dengan sikap keterbukaan, komunikasi dan dialog antar sesama. Semua usaha dan perjuangan ini harus terus -menerus dilakukan sepanjang sejarah. Melalui pandangan seperti ini pula kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara dikembangkan. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk bekerja sama serta berdampingan setara dan saling pengertian. Bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita bersama : hidup dalam kemajuan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Tolok ukur bernegara adalah keadilan, persamaan hukum dan perintah serta adanya permusyawaratan.
Sedangkan hubungan antara muslim dan non muslim dilakukan guna membina kehidupan manusia dengan tanpa mengorbankan keyakinan terhadap universalitas dan kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan paripurna. Dengan tetap berpegang pada keyakinan ini, dibina hubungan dan kerja sama secara damai dalam mencapai cita-cita kehidupan bersama ummat manusia. Nilai -nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudsaraan antar insan pergerakan , persaudaraan sesama Islam , persaudaraan sesama warga bangsa dan persaudaraan sesama ummat manusia. Perilaku persaudaraan ini, harus menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapatv memberikan kemanfaatan maksimal untuk diri dan lingkungan persaudaraan.

4. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM
Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT. Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya. Alam juga menunjukan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. Berarti juga nilai taiuhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan alam .
Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah menundukan alam bagi manusia , dan bukan sebaliknya . Jika sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam, bukan penghambaan terhadap Allah. Karena itu sesungguhnya berkedudukan sebagai khalifah di bumi untuk menjadikan bumi maupun alam sebagai obyek dan wahana dalam bertauhid dan menegaskan dirinya. Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan diarahkan kepada kebaikan di akhirat, disini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala aspek kehidupan manusia. Sebab akhirat adalah masa masa depan eskatologis yang tak terelakan. Kehidupan akhirat akan dicapai dengan sukses kalau kehidupan manusia benar-benar fungsional dan beramal shaleh. Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan . Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam, memakmurkan bumi dan menyelenggarakan kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut. Cara-cara tersebut dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia terhadap pekerjaan ,nafkah dan masa depan. Maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama. Hidup bersama antar manusia berarti hidup dalam kerja sama , tolong menolong dan tenggang rasa. Salah satu hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia . Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tertentu; karena alam ciptaan Allah buykanlah sepenuhnya siap pakai, melainkan memerlukan pemahaman terhadap alam dan ikhtiar untuk mendayagunakannya.  Namun pada dasarnya ilmu pengetahuan bersumber dari Allah. Penguasaan dan pengembangannyadisandarkan pada pemahaman terhadap ayat-ayat Allah. Ayat-ayat tersebut berupa wahyu dan seluruh ciptaanNya. Untuk memahami dan  mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan aktifitas intelektualnya. Di sini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihad yang utuh dan sistimatis terhadap ayat-ayat Allah, mengembangkan pemahaman tersebut menjadi iptek, menciptakan kebaruan iptek dalam koteks ke,manusiaan, maupun menentukan simpul-simpul penyelesaian terhadap masalah-masalah yang ditimbulkannya. Iptek meruipakan perwujudan fisik dari ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, terutama digunakan untuk memudahkan kehidupan praktis. Penciptaan, pengembangan dan penguasaan atas iptek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari. Jika manusia menginginkan kemudahan hidup, untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama bukan sebaliknya. Usaha untuk memanfaatkan iptek tersebut menuntut pengembangan semangat kebenaran, keadilan , kmanusiaan dan kedamaian. Semua hal tersebut dilaksanakan sepanjang hayat, seiring perjalanan hidup manusia dan keluasan iptek. Sehingga, berbarengan dengan keteguhan iman-tauhid, manusia dapat menempatkan diri pada derajat yang tinggi.

D.    PENUTUP
Itulah Nilai Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang dipergunakan sebagai landasan teologis normatif, etis dan motivatif dalam pola pikir, pola sikap dan pola perilaku warga PMII, baik secara perorangan maupun bersama-sama dan kelembagaan. Rumusan tersebut harus selalu dikaji dan dipahami secara mendalam, dihayati secara utuh dan terpadu, dipegang secara teguh dan dilaksanakan secara bijaksana. Dengan Nilai Dasar Pergerakan tersebut dituju pribadi muslim yang berbudi luhur , berilmu, bertaqwa, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya, yaitu sosok ulul albab Indonesia yang sadar akan kedudukan dan peranannya sebagai khalifah Allah di bumi dalam jaman yang selalu berubah dan berkembang , beradab, manusiwi, adil penuh rahmat dan berketuhanan.






BAB V
PARADIGMA KRITIS TRANSFORMATIF
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
(PMII)

A.    PENDAHULUAN
            Paradigma merupakan sesuatu yang vital bagi pergerakan organisasi, karena paradigma merupakan titik pijak dalam membangun konstruksi pemikiran dan cara memandang sebuah persoalan yang akan termanifestasikan dalam sikap dan prilaku organisasi. Disamping itu, dengan paradigma ini pula sebuah organisasi akan menentukan dan memilih nilai-nilai yang universal dan abstrak menjadi khsus dan praksis operasional yang akhirnya menjadi karakteristik sebuah organisasi dan gaya berfikir seseorang.
            Organisasi PMII selama ini belum meemiliki paradigma yang secara definitive menjadi acuan gerakan. Cara pandang dan bersikap warga pergerakan selama ini mengacu pada Nilai Dasar Pergerakan (NDP) karena tidak mengacu pada kerangka paradigmatic yang baku, upaya merumuskan dan membangun karangka nilai yang dapat diukur secara sistematis dan baku, sehingga warga pergerakan sering dihadapkan pada berbagai penafsiran atas nilai-nilai yang menjadi acuan yang akhirnya berujung pada terjadinya keberagaman cara pandang dan tafsir atas nilai tersebut. Namun demikian dalam masa dua periode kepengurusan terakhir (sahabat Muhaimin Iskandar dan sahabat Saeful bachri anshori) secara factual dan operasional ada karakteristik tertentu  yang berlaku dalam warga pergerakan ketika hendak melihat, menganalisis, dan menyikapi sebuah persoalan yaitu sikap kritis dengan pendekatan teori kritis. Dengan demikian secara umum telah berlaku paradigma kritis dalam tubuh warga pergerakan. Sikap seperti ini muncul ketika PMII mengusung sejumlah gagasan mengenai demokratisasi, civil society, penguatan masyarakat dihadapan Negara yang otoriter, sebagai upaya aktualisasi dan implementasi atas nilai-nilai dan ajaran keagamaan yang diyakini.

B.     PENGERTIAN DAN DEFINISI PARADIGMA
            Dalam khazanah ilmu social, ada beberapa pengertian paradigma yang dibangun oleh para sosiolog salah satu diantara mereka adalah G.Ritzer yang memberi pengertian paradigma sebagai pandangan fundamental tentang apa yang menjadi pokok persoalan dalam ilmu. Paradigma membantu apa yang harus dipelajari, pertanyaan yang harus dijawab, bagaimana semestinya pertanyaan tersebut diajukan dan aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menafsikan jawaban yang diperoleh. Paradigma merupakan kesatuan consensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu dan membedakan antara golongan ilmuan. Menggolongkan, mendefinisikan dan yang menghubungkan  antara eksamplar, teori, metode serta instrument yang tedapat didalamnya. Mengingat banyaknya definisi yang dibentuk oleh para sosiolog, maka perlu ada pemilahan atau perumusan yang tegas mengenai definisi paradigma yang hendak diambil oleh PMII. Hal ini perlu dilakukan untuk memberi batasan yang jelas mengenai paradigma dalam pengertian komnitas PMII agar tidak terjadi perbedaan persepsi dalam memaknai paradigma.
            Berdasarkan pemikiran dan rumusan yang disusun oleh para ahli sosiolog, maka pengertian paradigma dalam masyarakat PMII dapat dirumuskan sebagai titik pijak untuk menentukan cara pandang, menyusun sebuah teori, menyusun pertanyaan dan membuat rumusan mengenai suatu masalah. Lewat paradigma ini pemikiran seseorang dapat dikenali dalam melihat dan melakukan analisis terhadap suatu masalah. Dengan kata lain paradigma merupakan cara dalam mendekati objek kajiannya (The subject matter of particular discipline) yang ada dalam ilmu pengetahuan, orientasi atau pendekatan umum (general orientations) ini di dasarkan pada asumsi-asumsi yang dibangun dalam kaitan dengan bagaimana “realitas” dilihat. Perbedaan paradigma yang digunakan oleh seseorang dalam dalam memandang suatu masalah, akan berakibat pada timbulnya perbedaan dalam menyusun teori, membuat konstruksi pemikiran, cara pandang, sampai pada aksi dan solusi yang diambil.
C.    PILIHAN PARADIGMA
            Disamping terdapat banyak pengertian mengenai paradigma, dalam ilmu social ada berbagai macam jenis paradigma. Melihat realitas yang ada dimasyarakat dan sesuai dengan ketentuan keadaan masyarakat PMII baik secara sosiologis, politis dan antropologis maka PMII memilih paradigama Kritis Transformatif sebagai pijakan organisasi.
D.    PARADIGMA KRITIS TRANSFORMATIF
            Ada beberapa alasan yang menyebabkan PMII  harus memilih paradigma kritis sebagai dasar untuk bertindak dan mengaplikasikan pemikiran serta menyusun cara pandang dalam melakukan analisa.
            Pertama, Masyarakat Indonesia saat ini sedang terbelenggu oleh nilai-nilai kapitalisme modern. Kesadaran masyarakat dikekang  dan diarahkan pada satu titik yaitu budaya massa kapitalisme dan pola fakir positivistic modernisme. Pemikiran- pemikiran seperti ini sekarang telah menjadi sebuah berhala yang mengharuskan semua orang untuk mengikat diri padanya. Siapa yang tidak melakukan, dia akan ditinggalkan dan dipinggirkan. Eksistensinyapun tidak diakui. Akibatnya jelas, kreativitas dan pola fakir manusia menjadi tidak berkembang. Dalam kondisi seperti ini maka penerapan paradigma kritis menjadi suatu keniscayaan.
            Kedua, Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, baik eknik, tradisi, kultur maupun kepercayaan. Kondisi seperti ini sangat memerlukan paradigma kritis, karena paradigma ini  akan memberikan tempat yang sama baik setiap individu maupun kelompok masyarakat untuk mengembangkan potensi diri dan kreatifitasnya secara maksimal melalui dialog yang terbuka dan jujur. Dengan demikian potensi tradisi akan bisa dikembangkan secara maksimal untuk kemanusiaan.
            Ketiga, Budaya pemerintah orde baru yang menggunkan paradigma keteraturan (order Paradigm) dengan teori-teori modern yang diprensentasikan melalui ideology developmentalisme  pada bagian-bagian tertentu dan terbatas masih menjadi kenyataan yang tidak bias dibantah di era reformasi. Watak kuasa Negara yang ingin memarginalisasi sekelompok masyarakat yang dinilai tidak sejalan dengan tradisi politik yang dibangun oleh Negara. Dalam konteks ini PMII diangggap sebagai wakil dari masyarakat tradisional yang harus disingkirkan. Selain itu, paradigma keteraturan memiliki konsekwensi logis bahwa pemerintah harus menjaga harmoni dan keseimbangan social yang meniscayakan adanya gejolak social  yang harus ditekan sekecil apapun , sementara perubahan harus berjalan secara gradual dan perlahan. Dalam suasana demikian, massa PMII secara sosiologis akan sulit berkembang karena tidak memiliki ruang yang memadai untuk mengembangkan diri, mengimplementasikan kreatifitas dan potensi dirinya.
            Keempat, selain belenggu social politik yang masih melekat hingga hari ini meskipun tidak separah pada era order baru dan system kapitalisme global yang terjadi sebagai akibat perkembangan situasi, belenggu dogmatisme agama dan tradisi. Dampaknya secara tidak sadar telah terjadi berbagai pemahaman yang distortif mengenai ajaran dan fungsi agama. Terjadi dogmatisme agama yang berdampak pada  kesulitan membedakan mana yang  dogma dan mana yang pemikiran terhadap dogma. Bahkan tidak jarang Agama justru menjadi penghalang kemajuan bagi upaya penegakan nilai  kemanusiaan. Menjadi penting artinya sebuah upaya dekonstruksi pemahaman keagamaan melalui paradigma kritis.
E.     IMPLEMENTASI PARADIGMA KRITIS TRANSFORMATIF
            Apa yang kita lihat dari pilihan PMII terhadap Paradigma kritis transformative dapat ditarik sebuah masalah yang cukup rumit, yakni nilai kapitalisme yang cenderung positivistic sudah menyebar dan bermuara pada penghancuran  manusia. Dibalik kapitalisme ada persoalan kekuasaan modal yang dapat mendekati seluruh gerak sejarah sehingga dampak negatifnya terhadap Negara dan masyarakat tak terabaikan. Dampak kapitalisme telah jauh menjalar kejantung-jantung kota dan pedesaan yang mengendalikan produksi pertaniaan. Dasyatnya arus ideology ini telah menggulung potensi kritis umat manusia sehingga dialektika wacana demokratis hanya kamuflase bagi rakyat.
            Kuasa kapitalisme dengan sendirinya telah mengesampingkan peran Negara yang memiliki ketergantungan luar biasa secara politik dan ekonomi kedaulatan Negara sebagai realisasi dari konsep nation state dan system geo politik tergusur dan tergerus oleh anarkisme kapitalisme. Bahkan ia telah berhasil menggiring masyarakat pada pembentukan mental kapitalisme yang bergaya hidup “ tanpa dirinya” inilah tatanan dunia global saat ini, bahkan kapitalisme cenderung menjadi pemain tunggal. Oleh Karena itu, yang perlu diselamatkan adalah Negara dan masyarakat, yang didalamnya agama dan budaya kita sebagai bangsa, yakni yang membawa mereka kepada sikap yang kritis










BAB VI
GENDER DAN FILOSOFI PEREMPUAN

A.    PENGANTAR
Gender, mungkin sepenggal kata tersebut sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Dimana kata tersebut sering kita gunakan untuk melihat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Padahal realitas kehidupan yang menunjukan bahwa ada perbedaan peran laki-laki dan perempuan yang menunjukan terjadinya bias dalam memahami hakekat keberbedaan dua jenis kelamin tersebut. Untuk menghindari terjadinya bias tersebut, maka diperlukan sebuah wacana awal atau pengantar yang memberi sebuah pemahaman mengenai perbedaaan antara konsep gender dan konsep seks, yang pada akhirnya nanti mempunyai kaitan yang sangat erat antara perbedaan (Gender Difference) dan ketidakadilan gender (Gender Inequalities) dengan struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih luas. Konsep menunjukan penafsiran atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Sedangkan konsep gender merujuk kepada penafsiran yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang  dikonstruksi  secara sosial maupun kultural. Seperti yang sduah dijelaskan bahwa konsep gender sendiri sebenarnya tidak mengacu kepada perempuan saja, tetapi pada perempuan dan laki-laki sejauh merupakan hasil konstruksi masyarakat. Semisal, perempuan dianggap lemah, lembut, cantik, emosional dan lain-lain. Sedangkan, laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Konstruksi masyarakat tersebut  melahirkan steorotype yang memberikan citra dan celah bagi laki-laki untuk melakukan diskriminasi dengan mengatasnamakan kebodohan dan dan kelemahan perempuan yang secara substansial merupakan logika penindasan atas perempuan. Perempuan dipahami hanya sekedar bagian dari laki-laki, tersingkir dari pengambilan keputusan (subordinasi) dan termarjinalisasi dari proses ekonomi yang menciptakan suatu ketidakadilan..
Munculnya gerakan perempuan merupakan suatu perlawanan sosial-budaya sekaligus perlawanan terhadap struktur sosial masyarakat yang terlanjur mapan dengan menempatkan perempuan di bawah posisi laki-laki. Gugatan atas perilaku hegemoni kaum laki-laki tersebut mengarah pada penolakan situasi negatif (diskriminasi gender)  dimana posisi permpuan: 1) tersingkir dari pengambilan keputusan, 2) terpinggir dari proses ekonomi, 3) mengalami pelecehan dan tindakan kekerasan, 4) menanggung beban berlebihan, dan 5) mengalami cap-cap sosial yang memungkinkan berlanjutnya situasi ketidakadilan gender. Namun wacana di atas mengalami benturan dengan adanya pemahaman yang bias tentang analisis gender. Kesan yang muncul bahwa kesadaran relasi gender tersebut merupakan suatu gugatan perempuan terhadap laki-laki ke dalam subordinat permpuan. Kesan keliru tersebut menyebabkan sosialisasi kesadaran gender dalam wujud kesetaraan, kemitraan, dan perilaku dialogis antar perempuan dan laki-laki menjadi terhambat. Sehingga diperlukan suatu dobrakan terhadap sistem sosial yang secara struktur fungsional telah memberikan ketidakadilan terhadap perempuan.
B.     GERAKAN FEMINISME
Pada dasarnya feminisme merupakan implementasi dari kesadaran untuk menciptakan keadilan gender dalam kerangka demokratisasi dan HAM. Gerakan tersebut diperkirakan muncul seiring dengan ideologi aufklarung (enlightment) yang muncul di Eropa pada abad 15-18. Gagasan yang dominan pada waktu itu adalah paham rasionalisme yang ditandai dengan pemujaan akal, pikiran  dan rasio. Ide rasionalis mempengaruhi revolusi Prancis (1789-1793) dengan menggunakan slogan kebebasan dari penindasan (liberte), pengakuan terhadap persamaan hak (egalite) dan semangat persudaraan (fraternite) sebagai semboyan untuk meruntuhkan rezim kerajaan yang otoriter yang digantikan dengan kekuasaan republik yang menggunakan sistem demokrasi.  Namun perempuan tidak serta merta bisa menikmati hasil dari perjuangan tersebut. Karena setelah revolusi Prancis, peratura-peraturan yang merugikan perempuan tetap berlaku dan disahkan kembali. Dari sejarah gerakan perempuan di Prancis menunjukkan bahwa perempuan tidak bisa serta merta mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki meskipun terlah muncul gagasan, liberte, egalite, dan fratenite sebagai nilai-nilai universal kemanusiaan. Hegemoni ptriarki dan kuatnya sistem sosial budaya yang mengakar menghambat geliat perempuan dalam menuntut keadilan.
1.      Feminis Liberal
Dasar dari pemikiran kelompok ini adalah bahwa semua manusia laki-laki dan perempuan diciptakan seimbang dan serasi dan seharusnya tidak ada penindasan antara satu dari yang lainnya. Pandangan ini berakar dari prinsip freedom dan egalite yang berakar dari rasionalitas. Prinsip liberalis adalah adanya  kesempatan yang sama dan hak yang sama. Hak laki-laki secara otonomis menjadi hak perempuan, tetapi bukan berarti terdapat persamaa secara menyeluruh diantara keduanya. Dalam beberapa hal, terutama fungsi reproduksi yang menyebabkan perbedaan fungsi dalam masyarakat. Akan tetapi organ reproduksi bukan penghalang perempuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Oleh karena itu strategi pemberdayaan perempuan adalah cukup dengan mengintegrasikan perempuan dalam proses pembangunan, tanpa harus mengubah struktur secara menyeluruh. Dan dalam pemberdayaan permpuan, laki-laki bisa dijadikan sebagai partner.
2.      Feminis Radikal
Menurut mereka penindasan kaum perempuan oleh laki-laki berakar dari kondisi biologis yaitu jenis kelamin laki-laki berserta ideologi patriarkhi, termasuk di dalamnya penguasaan fissik dan hubungan seksual dan hubungan keluarga, sehingga revolusi dan perlawanan terhadap penindasan perempuan bisa dalam bentuk yang sangat personal. Golongan ini mengambil bentuk model perjuangan maskulinitas yaitu persaingan untuk mengatasi laki-laki untuk memberi ruang politik bagi perempuan, mereka memiliki semboyan; personal is political. Untuk itu ketimpangan tersebut hanya bisa dihilangkan dengan penyadaran kaum perempuan.
3.       Feminis Marxis
Penindasan perempuan merupakan bagian dari penindasa kelas, persoalan perempuan dalam kerangka kritik terhadap kapitalisme. Munculnya private poperty yang menjadi dasar perdagangan dan produksi dimana laki-laki yang emmiliki kekuasaan untuk mengontrol proses tersebut, sehingga mereka mendominasi hubungan sosial, politik, dan juga permpuan. Pada zaman kapitalisme penindasan perempuan dilanggengkan karena dianggap menguntungkan. Seperti dengan pelanggengan peran domestik dengan eksploitasi pulang ke rumah agar buruh laki-laki lebih produktif dalam bekerja. Atau jika perempuan berperan diluar urusan domestik menjadi buruh misalna, mereka adalah cadangan buruh yang lebih murah dari laki-laki yang jumlahnya tidak terbatas. Penindasan perempuan merupakan kelanjutan dari sistem eksploitatif yang bersifat struktural. Sehingga mereka menganggap musuh perempuan sebenarnya bukanlah laki-laki atau budaya patriarkhi melainkan sistem kapitalis. Penyelesaian harus bersifat struktural dengan melakukan perubahan struktur kelas dan pemutusan hubungan dengan sistem kapitalisme internasional yang disebut proses evolusi. Setelah evolusi perempuan masih akan menghadapi permasalahan peran domestik. Maka sebagai solusi perempuan harus terlibat dalam proses produksi dan berhenti mengurus rumah tangga .
4.      Feminisme sosialis
Merupakan sintesis antara metode historis materialis Marx dan Engel dengan gagasan personal is political dari feminis radikal. Ketidakadilan bukan akibat dari perbedaan biologis laki-laki dan perempuan, juga bukan karena produksi dan reproduksi dalam masyarakat tetapi lebih karena manifestasi ketidakadilan gender yang merupakan konstruksi sosial terhadap perbedaan itu. Penindasan perempuan tidak semata-mata karena eksploitasi ekonomi., tapi analisis patriarkis juga penting untuk digabungkan dengan analisis kelas. Kritik terhadap eksploitasi kelas dari sistem kapitalisme harus dilakukan bersama-sama dengan kritik keadilan gender yang mengakibatkan dominasi, subordinasi dan marginalisasi perempuan. Partisipasi perempuan dalam ekonomi tidak selalu akan menaikkan status perempuan, tapi keterlibatan perempuan biasanya hanya pada posisi budak (pekerja) dan justru dianggap menjerumuskan perempuan.
Berdasarkan sebuah pemahaman diatas, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa wacana analisis gender merupakan sebuah kesadaran perlawanan terhadap sistem sosial budaya dan struktur sosial masyarakat yang melembaga. Sehingga suatu perlawanan mutlak diperlukan guna memberi pemaknaan yang tepat tentang relasi gender dari setiap pemahaman yang ada.
















BAB VII
ANALISA SOSIAL

A.    STRUKTUR SOSIAL

            Lebih dahulu perlu dijelaskan apa yang dimaksud dengan struktur sosial. Kita ketahui, bahwa orang-orang yang hidup dalam masyarakat saling berinteraksi. Interaksi ini didasari dan terus diarahkan pada nilai-nilai kebersamaan, norma-norma yaitu standar tingkah laku yang mengatur ineraksi antar individu yang menunjukkan hak dan kewajiban tiap-tiap individu sebagai sarana penting agar tujuan bersama tercapai, dan akhirnya oleh sanksi, baik sanksi yang negatif dalam arti mendapat hukuman kalau melanggar norma maupun sangat positif yaitu mendapat penghargaan karena telah mentaati norma yang ada. Dasar dan arah umum interaksi inlah yang kita mengerti sebagai kultur.
            Kecuali itu, interaksi antar individu juga diantur sesuai dengan tujuan-tujuan khusus interaksi itu. Interaksi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan keakraban diatur dalam institusi keluarga. Interaksi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup diatur dalam institusi ekonomi. Interaksi orang dalam hubungannya dengan Illahi diatur dalam institusi agama. Sedangkan agar keseluruhan interaksi dalam masyarakat umumnya bisa bisa terjamin dan pasti diadakan institusi politik. Institusi-institusi ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Bagaimana kadar saling hubungan dan saling mempengaruhi, serta mana institusi yang paling berpengaruh harus dilihat langsung dalam masyarakat yang ada. Karl Marx umpamanya berpendapat, bahwa institusi ekonomislah yang merupakan landasan di mana institusi-institusi lain berdiri. Dengan kata lain semua institusi lainnya dipengaruhi dan ditentukan oleh institusi ekonomi. Tidak ada pengaruh timbal balik.
            Perlu diingat, bahwa dalam setiap institusi juga ada nilai-nilai, norma-norma dan sanksi-sanksi, karena tujuan institusi memang untuk mengatur interaksi. Keseluruhan institusi memang untuk mengatur interaksi. Keseluruhan institusi serta saling berhubungan satu sama lain, itulah yang disebut stuktur sosial.  Kata stuktur menunjukkan saling adanya hubungan antara bagian keseluruhan. Maka dapat dikatakan stuktur sosial adalah interaksi manusia yang sudah berpola dalam institusi ekonomi, politik, agama, keluarga, budaya. Dengan kata lain struktur sosial adalah pengorganisasian masyarakat yang ada atau keseluruhan aturan permainan dalam berinteraksi.
B.     KEADILAN PERSONAL, KEADILAN SOSIAL
Selanjutnya perlu juga dimengerti perpindahan antara keadilan personal dan keadilan sosial. Dalam keadilan personal sering mudah diketahui siapa yang bertanggungjawab. Si pembeli A membeli barang dengan kualitas tertentu, ternyata dia mendapat barang dengan kualitas rendah. Penjual barang tersebut jelas langsung bisa dimintai pertanggungjawabannya.  Jelaslah mengenai keadilan personal, pelaksanaannya tergantung pada kehendak individu yang bersangkutan. Keadilan personal manuntut agar kita memperlakukan setiap orang yang kita hadapi dengan adil. Sebaliknya mengenai ketidak adilan sosial tanggung jawab atas perbuatan dan efek perbuatan menjadi tanggung jawab semua orang. Tidak bisa kita menunjuk satu orang untuk beranggung jawabsebagaimana pada ketidak adilan personal. Pelaksanaan keadilan sosial tergantung pada struktur masyarakat.  Karena tergantungnya pad stuktir masyarakat maka tanggung jawab ketidak adilan sosial menjadi tanggung jawab semua pihak.Hal ini diperjelas dengan seringnya individu dalam masyarakat yang tidak bisa bersikap adil meski dia sudah insaf namun karena struktur sosiallah yang menbuat dia tidak bisa bersikap adil. Umpamanya seorang pengusaha tekstil tidak dapat menaikkan upah buruh-buruhnya karena perdagangan tekstil sedemikian rupa sehingga kalau dia menaikkan upah buruh-buruhnya perusahaan akan gulung tikar. Dengan kata lain institusi ekonomi yang ada menyebabkan upah buruh tetap rendah. Kalau pelaksanaan keadilan sosial tergantung pada struktur sosial yang ada, maka perjuangan demi keadilan sosial berarti perjuangan membangun struktur sosial yang semakin adil.
C.    TUJUAN ANALISA SOSIAL
Analisa sosial adalah suatu usaha untuk mempelajari struktur sosial yang ada, mendalami institusi ekonomi, politik, agama, budaya dan keluarga sehingga kita tahu sejauh mana dan bagaimana institusi-institusi itu menyebabkan ketidak adilan sosial. Dengan mempelajari institusi-institusi itu, kita akan mampu  melihat satu masalah sosial yang ada dalam konteknya yang lebih luas. Dan kalau kita berhasil melihat suatau masalah sosial yang henadak kita pecahkan dalam kontek yang lebih luas, maka kita pun juga dapat menentukan aksi yang lebih tepat yang diharapkan dapat menyembhkan sebab terdalam masalah tersebut. Demikian menjadi jelas, analisis sosial adalah suatu usaha nyata yang merupakan bagian penting usaha menegakkan keadilan sosial.
D.    MODEL = KERANGKA BERPIKIR
Dalam menganalisis masyarakat, sadar atau tidak sadar orang biasanya mempunyai kerangka berpikir atau memandang. Kerangka berpikir atau memandang inilah yang disebut model. Demikian suatu model adalah asumsi atau gambaran umum mengenai masyarakat. Model ini mempengaruhi begaimana seseorang memilih objek studi dan cara mendekati objek studi tersebut. Sedang teori yang turunkan dari model berifat lebih terbatas dan persis. Suatu model hanya bisa dinilai lengkap, produktif atau berguna, sedang teori bisa salah atau benar.
            Ada dua model yang sering melatar belakangi orang dalam mendekati masalah-masalah sosial, yaitu model konsensus dan model konflik.
1.      MODEL KONSENSUS
Menurut model konsensus, stuktur sosial yang ada merupakan hasil konsensus bersama aanggot masyarakat, perjanjian dan pengakuan bersama akan nilai-nilai. Menurut model ini, setiap masyarakat pada hakikatnya teratur dan stabil. Keteraturan dan kestabilan ini disebabkan karena adanya kultur bersama yang dianut dan dihayati oleh anggota-anggota masyarakat. Kultur bersama ini meliputi nilai-nilai, norma dan tujuan yang hendak dicapai.  Meskipun pada individu-individu ada kemungkinan-kemungkinan perbedaan dalam persepsi dan pengjhayatan kultur bersama itu, toh pada umumnya nilai-nilai sosial yang berdasar serta norma-norma ayang ada. Justru karena adanya konsensus bersama inilah,maka tata sosial dalam suatu masyarakat.
Model ini menilai masalah sosial sebagai penyimpangan dari nilai-nialai dan norma-norma bersama, karenanya juga masalah sosial dianggap membahayakan stabilitas sosial. Penyelesaian masalah sosial selalu diusahakan dalam kerangka tata sosial yang sudah ada. Dengan kata lain tata sosial tidak pernah dipersoalkan , bahkan kelangsungan stuktur sosial yang sudah ada dijunjung tinggi. Model Konsensus melatar belakangi dua ideologi yaitu konservatif dan liberal.
a.       Ideologi konservatif
 Ideologi konservatif berakar pada kapitalisme dan liberalisme abad ke-19. Pasaran bebas dianggap oleh ideologi iini sebagai fundamen bagi kebebasan ekonomi dan politik. Pasar bebas dianggap akan menjamin adanya desentralisasi kekuatan politik. Kaum konservatif menjunjung tinggi sruktur sosial. Demi tegaknya struktur sosial tersebut menurut kaum konservatif otoritas dinilai sangat hakiki. Termasuk struktur sosial adalah stratifikasi sosial atau tingkat sosial. Adanya perbedaan tingkat sosial ini dikarenkan perbedaan tingkat individu dengan bakat-bakat yang berbeda. Setiap orang harus berkembang sesuai dengan bakat yang berbeda. Setuap orang harus berkembang sesuai dengan bakat dan pembawaannya. Karenanya sudah sewajarnya kalau ada perbedaan dalam tingkat prestasi yang menuntut masyrakat untuk memberi imbalan dan balas jasa yang berbeda-beda, merupakan dasar adanya hak milik pribadi. Dengankata lain hak milik pribadi dianggap sebagai balas jasa atas jerih payah usaha tiap-tiap anggota masyarakat.
Kemiskinan Menurut Ideologi Konservatif
Pada umumya kaum konservatif melihat masalah kemiskinan sebagai kesalahan pada orang miskin sendiri.Orang miskin dinilai umumnya bodoh,malas, tidak punya motivasi beerprestasi tinggi, tidak punya ketrampilan dan sebagainya yang merka bialang sebagai mental dan kultur penyebab kemiskinan. Menilai positif terhadap stuktur sosial yang ada. Dan menggap kemiskinan sebagai penyimpangan ketentuan yang ada dalam konsensus. Kaum konservatif tidak menggap kemiskinan bukan sebagai masalah serius dan kemiskinan akan bisa diselesaikan dengan sendirinya, maka tidak perlu adanya campur tangan pemerintah.
b.      Ideologi Liberal
Liberasi memandang manusia pertama-tama sebagai  yang digerakan oleh motivasi kepentingan ekonomi pribadi, dan libaeralisme  mempertahankan hak manusia untuk semaksimal mungkin cita-cita pribadinay. Liberasi percaya akan efektifitas pasar bebas dan hak atas milik pribadi. Hak-hak, kebebasan individu sangat ditekankan dan diperjuangkan demi untuk melindungi individu-individu terhadap kesewenangan negara.
Kemiskinan Menurut Ideologi Liberal
            Berbeda dengan kaum konservatif, kaum liberal memandang kemiskinan sebagai masalah yang serius, karenanya harus dipecahkan. Kemiskinan dapat diselesaikan bila tersedianya kesempatan yang seluas-luasnya tanpa diskriminasi. Kaum liberal percaya bahwa orang miskin dapat mengatasi kemiskinannya  asal mereka mendapat kesempatan berusaha yang memadahi, maka diusulkan  untuk  diperbaikinya pelayanan-pelayanan bagi kaum miskin, membuka kesempatan kerja baru, membangun perumahan dan penyebarluasan pendidikan.
Kesimpulan
Baik konservatif maupun liberal mempertahankan struktur sosial yang telah ada, dan stuktur sosial ini ditandai dengan perbedaan tingkat sosial, sistem ekonomi kapitalis dan demokratis politik. Perbedaan dalam memandang kemiskinan, kalau kaum konservatif kemiskinan adalah kesalahan orang miskin itu sendiri dan kaum konservatif cenderung membiarkan sedang kaum liberal mengusahakan agar orang miskin mendapatkan kesempatan yang sama dan mampu menyesuaikan dalan struktur.
2.      MODEL KONFLIK
            Berbeda dengan model konsensus, model konflik ini memandang stuktur sosial yang ada sebagai hasil pemaksaan sekelompok kecil anggota masyarakat terhadap mayoritas warga masyarakat. Jadi struktur sosial bukan merupakan hasil konsensus seluruh warga apalagi persetujuan bersama mengenai nilai-nilai dan norma-norma. Stuktur sosial adalah dominasi sekelompok kecil dan kepatuhan serta ketundukan sebagaian besar warga masyarakat atas dominasi kelompok kecil tersebut. hukum dan undang-undang dalam masyarakat adalah ciptaan kelompok kecil, elit, dan kelompok yang memerintah untuk mempertahankan kepentingan mereka. Hukum dan undang-undang terutama ditujukan untuk melindungi milik-milik pribadi dan kepentingan.
            Model ini memandang positif perubahan-perubahan yang memandang konflik sebagai sumber-sumber potensial bagi perubahan sosial yang progresif. Penganut model ini selalu mempertanyakan struktur sosial yang sudah ada. Mereka tidak mempersoalkan bagaimana orang miskin bisa hidup dan berprestasi dalam stuktur sosial yang sudah ada sebagaimana ditekankan kaum liberal, tetapi mereka mempersoalkan struktur sosial itu sendiri dan menganggapnya sebagai penyebab kemiskinan. Maka persoalan kultur dan mentalitas orang miskin tidak menarik perhatian penganut model konflik ini, sebab persoalan kultur orang miskin dianggapnya tidak mempersoalkan secara mendasar struktur dan kekuasaan politik yang sudah ada. Bahkan mereka menilai kultur dan mentalitas orang miskin yang digambarkan oleh kaum konservatuf itu disebabkan oleh struktur sosial itu sendiri yang tetap bertahan berpuluh atau ratusan tahun.
Kaum penganut model menggap struktur sebagai penyebab kemiskinan, untuk membuat analisis keadaan sosial pertanyaan yang mereka adalah:
- Kelompok mana yangmendapat untung dari sistem masyarakat yang ada dan kelompok mana yang dirugikan ?
- Siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam kompetisi dalam grup dan diantara grup yang ada?
- Faktor-faktor mana yang menentukan siapa pemenang dan siapa yang kalah ?
Penganut model ini, melihat masyarakat yang ada sebagai masyarakat massal, yang terdiri dari kelompok elit yang berada di atas massa rakyat banyak yang ada di lapisan bawah yang sama sekali tidak tidak terorganisir sehingga tidak memiliki kekuasaan yang efektif. Rakyat sebagai konsumen media dengan komunikasi dari satu arah  tanpa mampu menanggapi  dan rekasi berarti. Merka tidak menguasai mass media sehingga protes-protes yang mereka sampaikan tidak pernah mampu menyuarakan pendapat mereka. Dalam kepentingan ekonomi orang miskin didesain untuk dilanggengkan kemiskinannya oleh penguasa dan elit, sebab dengan kemiskinan masih ada kerja-kerja kotor yang bisa dikerjakan oleh orang miskin dengan biaya murah—tenaga.
Orang miskin juga dijadikan komoditi politik –kestabilan politik--oleh elit, karena orang miskin kebanyakan tidak tertarik pada bidang politik dan peluang ini digunakan sebagai pendukung suara dalam pemilu. Orang-orang miskin dibutuhkan sebagai identifikasi pelanggaran-pelanggaran norma dan nilai, kriminal-kriminal yang ditangkap kebanyakan memang dari orang miskin namun sementara kriminal kerah putih (white collar crime) jauh dari penyelidikan apalagi pengadilan.
Jalan Keluar
Hal yang mengarah pada perubahan sosial sebagaimana digariskan menganut model konflik tadi, disini kita temukan garis moderat sampai pada garis yang benar-benar radikal. Garis moderat menghendaki demokrasi partisipatif baik dalam group-group sosial yang ada maupun dalam organisasi-organisasi sebagai tujuan yang harus dicapai oleh setiap masyarakat. Mereka tidak menganggap pentingnya kepemimpinan, sebaliknya mereka yakin bahwa semua orang ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan-keputusan yang mempengharuhi hidup mereka. Mereka menentang segala bentuk birokrasi, pengaturan dari luar. Mereka menginginkan kontrol mahasiswa atas sekolahnya, rakyat atas polisi, buruh atas pabrik mereka. Sedang penganut garis radikal menganjurkan aksi-aksi menentang sistem sosial yang ada umpamanya ketidaktaatan rakyat akan segala aturan yang ada (civil diobedience), sebab mereka ini yakin bahwa tidak mungkin mengadakan perubahan-perubahan lewat saluran-saluran resmi/legal yang ada atau lewat pemilihan-pemilihan umum, saluran-saluran semacam ini mereka anggap tidak efektif.
E.     EPILOG
Studi ini sebenarnya masih begitu terbatas, analisa sosial akan lebih dipahami ketika kita semua mau untuk mengamati segala sesuatu disekitar kita, kehidupan sosial hidup kita sehari-hari. Kemudian adakan sebuah analisis tentang ketidakadilan sosial yang ada didalamnya dan kita akan bisa menyusun action plan untuk menindaklanjuti sebagai aksi nyata untuk menyelamatkan eksploitasi, pembodohan dan penindasan rakyat kecil atau mungkin diri kita sendiri di lingkungan kita sendiri, mungkin juga di kampus dan organisasi ini ?

BAB VIII
REKAYASA SOSIAL

A.    PENGANTAR
Perubahan sosial yang direncanakan dan dilakukan karena munculnya problem-problem sosial sebagai adanya perbedaan antara das sollen (yang seharusnya) dengan das sein (yang nyata). Tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial (collective action to solve social problems). Biasanya ditandai dengan perubahan bentuk dan fungsionalisasi kelompok, lembaga atau tatanan sosial yang penting. 
Dibanding dengan perencanaan sosial (social planning), ia lebih luas atau lebih pragmatis, sebab sebuah rekayasa selalu mengandung perencanaan, tetapi tidak semua perencanaan diimplementasikan hingga terimplementasikan di alam nyata. Begitu pula jika dibandingkan dengan manajemen perubahan (change management), ia memiliki makna lebih pasti, sebab jika obyek dari manajemen dapat ditafsirkan sebagai perubahan dalam arti luas, sedangkan obyek dari rekayasa sosial sudah jelas, yakni perubahan sosial menuju suatu tatanan dan system baru sesuai dengan apa yang dikehendaki sang perekayasa.
a.       Problem sosial :
Kondisi tertentu dalam masyarakat yang dianggap tidak enak atau mengganggu oleh sebagian masyarakat dan dianggap dapat dikurangi atau dihilangkan melalui upaya bersama (kolektif).Masalah sosial merupakan keadaan buruk yang hanya bisa diperbaiki dengan tindakan kolektif (poor condition susceptible to collective action)
-          Unplanned social change (perubahan sosial yang tidak terencana) :
Perubahan sosial yang terjadi terus menerus tetapi perlahan-lahan tanpa kita rencanakan, biasanya disebabkan oleh perubahan dalam bidang teknologi dan globalisasi.
-          Planned social change (perubahan sosial yang terencana) :
Sebuah perubahan yang didesain serta ditetapkan strategi dan tujuannya. Dalam hal ini kita akan diajarkan kiat-kiat dan strategi-strategi merubah masyarakat.
b.      Aksi sosial :
Tindakan kolektif yang terus-menerus, terencana dan terorganisir untuk mengurangi atau mengatasi masalah sosial.
Ingat !!! Setiap perubahan sosial dimulai dengan mengarahkan perhatian kepada perubahan individual yang dimulai dari perubahan cara dan pola berpikir kemudian cara dan pola perilaku. Perubahan cara berpikir mutlak dilakukan sebab mustahil ada perubahan ke arah yang benar jika kesalahan berpikir masih menjebak sang perekayasa (social engineer).
B. Liukan Konsep dan Dimensi Perubahan Sosial :
a. Sebab-Musabab Perubahan Sosial :
Ideas ; pandangan hidup (way of life), pandangan dunia (world view) dan nilai-nilai (values), seperti yang Max Weber ungkapkan dalam buku The Sociology of Religion dan  The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism bahwa betapa berpengaruhnya ide terhadap suatu masyrakat
Great individuals (tokoh-tokoh besar) ; perubahan sosial terjadi karena munculnya seorang tokoh atau pahlawan yang dapat menarik simpati dari para pengikutnya yang setia, kemudian bersama-sama dengan simpatisan itu, sanga pahlawan melancarkan gerakan untuk mengubah masyarakat (great individuals  as historical forces).
Social Movement (gerakan sosial) ; sebuah gerakan sosial yang dipelopori oleh sebuah komunitas atau institusi semacam LSM/NGO, Ormas, OKP dan sebagainya.
Sumber-sumber perubahan juga bisa disebabkan oleh; (1) Kemiskinan (poverty) sebagai problem yang melibatkan banyak orang, (2) Kejahatan (crimes) yang biasanya berjenjang dari blue collar crimes sampai white collar crimes, dan (3) Pertikaian  atau konflik (conflict), konflik sosial bisa bersifat etnis, rasial, sektarian, ideologis, dan sebagainya.
b. Strategi-Strategi Perubahan Sosial :
Strategi Normative-Reeducative (normatif-reedukatif);
Normative merupakan kata sifat dari norm yang berarti aturan yang berlaku di masyarakat (norma sosial), sementara reeducation, dimaknai sebagai pendidikan ulang untuk menanamkan dan mengganti paradigma berpikir masyarakat yang lama dengan yang baru. Sifat strategi perubahannya perlahan dan bertahap. Cara atau taktik yang digunakan  adalah mendidik, yakni bukan saja mengubah perilaku yang tampak melainkan juga mengubah keyakinan dan nilaki sasaran perubahan.
-          Persuasive Strategy (strategi persuasif);
Strategi ini dijalankan melalui pembentukan opini dan pandangan masyarakat, biasanya menggunakan media massa dan propaganda. Cara atau taktik yang digunakan adalah membujuk, yakni berusaha menimbulkan perubahan perilaku yang dikehendaki para sasaran perubahan dengan mengidentifikasikan objek sosial pada kepercayaan atau nilai agen perubahan. Bahasa merupakan mediuam utamanya.
-          People’s power (revolusi);
Merupakan bagian dari power strategy (strategi perubahan sosial dengan kekuasaan), revolusi ini merupakan puncak dari semua bentuk perubahan sosial, karena ia menyentuh segenap sudut dan dimensi sosial secara radikal, massal, cepat, dan mengundang gejolak intelektual dan emosional dari semua orang yang terlibat di dalamnya.
Cara atau taktik yang digunakan berbentuk paksaan (memaksa) dengan kekuasaan, yakni upaya menimbulkan kepasrahan behavoral atau kerjasama pada sasaran perubahan melalui penggunaan sanksi yang dikendalikan agen.
Catatan : Efektifitas teori persuasi sangat bergantung pada media yang dipergunakan. Media itu dibagi dua;
Media pengaruh (media komunikasi yang digunakan pelaku perubahan untuk mencegah sasaran perubahan), dan
Media respon (media yang digunakan oleh sasaran perubahan dalam menggulingkan tanggapan mereka), keduanya dapat menggunakan media massa atau saluran-saluran interpersonal.
c.       Unsur-unsur sosial dan aksi sosial;
Cause (sebab); upaya atau tujuan sosial yang dipercayai oleh pelaku perubahan dapat memberikan jawaban pada problem sosial
Change agency (pelaku perubahan); organisasi yang misi utamanya memajukan sebab sosial
Change target (sasaran perubahan); individu, kelompok atau lembaga yang ditunjuk sebagai sasaran upaya perubahan
Channel (saluran); media untuk menyampaikan pengaruh dan dari setiap pelaku perubahan ke sasaran perubahan
Change strategy (strategi perubahan); teknik utama untuk mempengaruhi yang diterapkan oleh pelaku perubahan untuk menimbulkan dampak pada sasaran perubahan
d.      Sasaran Perubahan Sosial ;
Sasaran akhir; berupa korban atau lembaga-lembaga yang merusak.
Sasaran antara; seperti masyarakat/pemerintah, bisnis, atau profesi
C.  Perubahan / Rekayasa Sosial yang PMII kehendaki
            Rekayasa sosial yang diangankan oleh PMII adalah sekumpulan metode dan arah pergerakan dalam upaya mencapai tujuan, dengan menggunakan pendekatan, metode dan wahana yang kondusif, ditujukan untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penjajahan yang terwujud pada penghapusan sistem sosial-kemasyarakatan yang pincang, sebagai akibat dari kegagalan manusia menggagas dan mencipta kebudayaan, sentralisasi kekuasaan dan pembangunan serta usaha ekonomi finansial transnasional (PB PMII : 1997). Formulasi ideasional-konsepsional dari upaya tersebut terbingkai dalam sebuah Paradigma Kritis-Transformatif.
Rekayasa sosial yang digagas PMII itu bergerak pada 3 wilayah pokok;
  1. wilayah kebangsaan, PMII menyediakan dirinya terlibat aktif pada upaya perebutan kembali kedaulatan rakyat yang selama ini dirampas oleh negara (penguasa), sekaligus memperkuat demokratisasi, politik, ekonomi dan sosial.
  2. wilayah budaya, rekayasa sosial ditujukan untuk menciptakan kemandirian dan memperkuat kebudayaan rakyat yang kering dan hampir mati oleh arus modernisasi dan globalisasi. Tidak hanya membebaskan kebudayaan itu dari intervensi kekuasaan negara, yang lebih penting penghidupan kebudayaan dijadikan alat humanisasi, perjuangan penegakan keadilan dan perlwanan atas penyelewengan kekuasaan.
  3. wilayah keagamaan, membongkar dan mendobrak segala bentuk kejumudan tradisi, taqdisun al-alfkar al-diniyyat (pensakralan atas pemikiran keagamaan), formalisme agama, politisasi agama serta upaya membumikan ajaran Islam yang rahman lil ‘alamin, dan mewujudkan nilai-nilai Islam sebagai etika sosial dalam konteks kebangsaan dan ke-Indonesia-an.
Dalam konteks aksi sosial, gerakan transformasi PMII diancangkan sebagai sebuah tindakan kolektif, terencana, dan  terus-menerus untuk mengatasi (mengurangi ) masalah sosial, bertumpu  pada 5 ( lima) unsur pokok aksi sosial, seperti yang dinyatakan Philip Kotler (1978), yakni ;
pertama, cause  (sebab), upaya (misi) atau tujuan (visi) sosial yang dipercayai oleh PMII dapat memberikan jawaban atas problem sosial yang terjadi di Indonesia. Masyarakat terbuka, terciptanya sistem pemerintahan dan politik demokratis, Islam sebagai etika sosial merupakan beberapa tujuan dan misi dari aksi sosisl PMII. Oleh karena itu, PMIi mesti mampu mempetakan, apa dan siapa saja yang telah menghambat itu semua, kemudian segera melakukan treatment strategisnya terhadap seluruh faktor penghambat itu, artinya apakah diganti (reform), dicangkok (transplantasi) ataukan disembuhkan (recovery), berdasarkan ideologi, paradigma dan nilai-nilai yang PMII yakini. 
Kedua, change agency (pelaku perubahan), yakni eksistensi PMII sebagai the social engineer, leaders, directors, advocates, administrators, technicians, organizers, supporters perubahan dengan segenap resources yang dimilikinya. Transformasi sosial, ekonomi, politik, maupun budaya tidak akan mampu PMII wujudkan, kalau dalam tubuh PMII sendiri masih penuh dengan banyak kelemahan, ataupun persoalan internal, seperti memudarnya kritisisme, kentalnya pragmatisme, terlelapnya PMII pada kesadaran ‘naif’, dan menurunnya daya juang serta elan liberatif dan independisi kader PMII. Disamping itu, PMII mesti hadir dan eksis di tengah-tengah persoalan, dan rakyat, kalau ini tidak ditemui di PMII, maka itu akan menyulitkan PMII dalam melakukan berbagai aksi sosialnya.
Ketiga, change target (sasaran perubahan), individu, kelompok, dan lembaga yang diklasifikasikan sebagai sasaran upaya perubahan. PMII menteapkan para individu yang menjadi sasaran transformasinya, adalah aktifis PMII sendiri, semua rakyat (obligor nakal, pelaku KKN dan sebagainya) Indonesia, serta umat dunia seluruhnya yang masih ‘pingsan’ kesadarannya, konservatif, dan anti perubahan. Sedangkan, segenap institusi yang menjadi sasarannya, dikelompokkan dalam offending institutions, yakni institusi-institusi yang mengganggu, menghambat, berdosa dan penyebab masalah sosial di Indonesia. Lembaga-lembaga itu mulai Ormas (seperti FPI, Laskar Jihad, MMI, dan lainnya), parpol (Golkar, , dan sebagainya), pemerintah, legislatif, yudikatif, TNI–Polri hingga MNC (muli-national corporation) dan TNC (trans-national corporation).
Keempat, channel  (saluran), media untuk menyampaikan pengaruh dan respon dari setiap pelaku perubahan ke sasaran perubahan. Beberapa saluran yang bisa menyampaikan gagasan PMII tentang perubahan mesti digeluti dan dimanfaatkan dengan se-efektif dan se-maksimal mungkin, seperti; forum-forum ilmiah, public hearing, debat publik, halaqah-halaqah intelektual, politik dan budaya, media massa, penerbit-(an) buku, jurnal, buletin ataupun pamflet, spanduk, baliho, forum-form pengajian, kegiatan kemahasiswaan (BEM dan sejenisnya), aksi jalanan, pers conferencee, parlemen dan sebagainya.  
Kelima, change strategy (strategi perubahan), meliputi seperangkat cara dan teknik PMII dalam mempengaruhi dan menimbulkan dampak positif bagi sasaran perubahan. PMII dalam melakukan aksi sosial harus meliputi 3 (tiga) strategi pokok, yang bersifat:
1.       memaksa (ko-ersif atau power strategy), ini dilakukan PMII untuk memaksakan kehendak pada institusi yang telah jelas-jelas mencerabut kemerdekaan dan hak rakyat, sepert rezim Orde Baru, Golkar, ABRI dan sebagainya.
2.      persuasif, digunakan PMII dalam meng-influence sasaran perubahan melalui bahasa, tradisi, budaya, media komunikasi ataupun inter-personal lainnya. Hal ini biasanya efektif  ketika  itu digunakan untuk melakukan perubahan di tubuh PMII sendiri, kelas menengah intelektual, agama, ekonomi dan sosial Indonesia, dan
3.       mendidik (educatif), sebuah cara yang tidak hanya mengubah prilaku yang tampak, melainkan juga keyakinan, pandangan hidup dan nilai sasaran perubahan. Hal ini akan lebih cocok kalu PMII terapkan dalam merubah pola dan pandangan hidup masyarakat marginal, akar rumput, dan kaum miskin kota.








BAB IX
A D V O K A S I

A.    PENGERTIAN
Dalam bahasa Belanda advocaat atau advocateur berarti Pengacara atau Pembela (Kegiatan pembelaan Kasus atau Ber-acara di Pengadilan). Dalam bahasa Inggris to advocate tidak hanya berarti to defend (membela), melainkan pula to promote (mengemukakan/memajukan) to create (menciptakan) dan to change (melakukan perubahan). (Edi Suharto 2005)
Advokasi adalah upaya untuk melakukan perubahan. Tentunya perubahan menuju keadaan yang lebih baik dari keadaan yang buruk atau merugikan kepentingan orang banyak. Advokasi disini lebih kepada kebutuhan kolektif atau kepentingan kelompok yang didasari oleh keadaan sosial, politik dan ekonomi masyarakat atau kelompok tertentu. Perubahan yang dimaksud bisa dalam skala nasional, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan bahkan kelurahan atau tingkat pabrik. Itu semua tergantung basis kepentingan kelompoknya. Dan tentunya dalam semua tingkatan advokasi yang dilakukan membutuhkan kemampuan khusus agar bisa mendapaykan hasil-hasil yang maksimal (Paralegal LBH Bandung)
Advokasi disebut juga sesuatu cara untuk mencapai tujuan tertentu, Suatu usaha yang sistematis dan ter-organisir untuk mempengaruhi dan mendesakan terjadinya perubahan kebijakan publik secara bertahap – maju, melalui semua saluran dan piranti demokrasi perwakilan.
B.     TUJUAN ADVOKASI
Pertama, penyadaran akan kepentingan hak-hak dan perlindungan hukum kepada masyarakat
Kedua, pemberian, pengawasan/pengawalan dan penilaian terhadap suatu kebijakkan politik, hukum, sosial dan ekonomi
Ketiga, mendampingi dan memfasilitasi seorang atau komunitas tertentu yang tertindas dan atau ditindas secara hukum untuk mendapat keadilan hukum, kesamaan hukum dan kemanusiaan;
Keempat, mendorong pelaku-pelaku kebijakan untuk menegakan hukum, sesuai dengan cita-cita demokrasi, karena dalam negara demokrasi diantaranya mengandalkan adanya kesamaan, supremasi hukum dan kepemilikan akan akses informasi yang sama.
C.    PRINSIP-PRINSIP ADVOKASI
• Penyadaran dan pendidikan hukum pada masyarakat;
• Keadilan
• Kemanusiaan
• Persamaan
• Penegakan dan penjagaan atas segala kebijakan publik, baik politik, hukum dan kebenaran hukum
Bisa juga dengan Prinsip ;  Realistis, Sistematis, Taktis, Strategis dan Berani.
D.    MACAM-MACAM ADVOKASI

·         Litigasi
Suatu aktivitas pendampingan terhadap masyarakat yang mempunyai kasus tertetnu untuk mendapatkan keadilan secara hukum dan atau suatu aktivitas untuk penegakan hukum lewat sebuah prosedur yang berlaku melalui jalur-jalur hukum yang sudah disediakan oleh negara/pemerintah seperti pengadilan dsb.
·         Non Litigasi
Suatu aktivitas pendampingan terhadap masyarakat yang mempunyai kasus tertentu untuk mendapatkan keadilan dengan tidak melalui prosedur hukum yang berlaku, akan tetapi dengan berbagai strategi penekanan terhadap pemegang kekuasaan yang bersangkutan untuk menyelesaikan maslaah tertentu. Non litigasi biasanya dilakukan dengan proses-proses politik, propaganda dan mobilisasi massa.
E.     JENIS ADVOKASI

·         Advokasi Kasus
Adalah kegiatan yang dilakukan seorang pekerja sosial untuk membantu klien agar mampu menjangkau sumber atau pelayanan sosial yang telah menjadi haknya.
Contoh ; Diskriminasi yang dilakukan oleh lembaga dunia bisnis/kelompok profesional terhadap klien – nya.
·         Advokasi Kelas 
Adalah kegiatan-kegiatan atas nama kelas/sekelompok orang untuk menjamin terpenuhnya hak-hak warga dalam menjangkau sumber atau memperoleh kesempatan-kesempatan.
Contoh ; Perwakilan Organisasi yang melakukan perubahan-perubahan hukum dan kebijakan publik pada tingkat lokal maupun nasional serta melibatkan peroses-peroses politik untuk mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah.
F.     ALUR DALAM ADVOKASI
Dengan sederhana dicuplik dari berbagai tulisan yang ada alur advokasi secara umum bisa digambarkan sebagai berikut :



Dari skema sederhana diatas bisa dijabarkan bahwa tahap awal dalam melakukan advokasi adalah pembangunan lingkar inti atau sekutu atau sering kita sebut sebagai kolektif inti kerja. Kolektif ini adalah orang-orang yang selama ini memiliki visi da misi yang sama dalam memandang kondisi masyarakat hari ini, bagaimana jalan keluarnya dan berpraktek nyata dengan apa yang diyakini atas jalan keluar tersebut. Barulah tahapan selanjutnya adalah pembacaan dengan komplit situasi dan kondisi masyarakat atau yang sering kita sebut sebagai analisa sosial, yang dilakukan oleh kolektif inti dengan orang atau kelompok yang menjadi objek/pelaku utama advokasi atau korban kebijakan. Ini adalah pijakan kita untuk mendapatkan gambaran nyata atas kondisi objektif masyrakat dan akan membantu kita untuk memetakan siapa saja kawan dan lawan yang akan kita hadapi dalam proses advokasi tersebut. Dalam pembacaan situasi ini yang menjadi pokok analisa adalah sejarah kondisi masyarakat dan kasus-kasus yang terjadi, kekuatan internal, kekuatan eksternal yang mungkin dipengaruhi menjadi kawan seperjuangan atau bahkan berpeluang menjadi lawan, peluang-peluang, potensi hambatan dan strategi yang harus digunakan.  Selanjutnya dari analisa sosial tersebut akan didapatkan isu-isu apa yang harus dimunculkan atau dikampanyekan serta dijadikan pokok tuntutan. Dalam proses ini dikualifikasikan bobot isu, mana isu strategis dan mana isu taktisnya. Isu strategis dijadikan grand isu/isu pokok. Penentuan isu pokok ini didasari atas keadaan yang menuntut cepat harus diperbaiki dan basis massanya paling dominan serta tidak menjadi isu yang dimusuhi oleh banyak kelompok diluar kekuatan kita. Setelah didapat isu pokok, yang harus dilakukan adalah menganalisa kekuatan-kekuatan yang mungkin akan mengganggu dan yang akan bisa diajak kerjasama, juga kelompok abu-abu (kelompok yang tidak bersikap). Nah, kelompok yang mungkin bisa diajak kerjasama atau ditawarkan program dari isu yang telah didapatkan. Juga kelompok abu-abu harus didekati dan dijelaskan apa-apa maksud dan tujuan dari upaya yang dilakukan tersebut. Dari upaya kerjasama tersebut harus diformalkan menjadi sebuah aliansi dalam melakukan advokasi tersebut. Tentunya program yang ada adalah isu pokok yang terumuskan bersama. Dari aliansi inilah kekuatan kita menjadi lebih besar. Baru setelah aliansi ini bisa kita bangun dengan solid langkah-langkah seperti apa yang harus dilakukan bisa kita laksanakan dengan bersama-sama. Tentu merumuskan langkah ini juga atas dasar bacaan kondisi objektif atau kondisi subjektif yang ada. Dan jangan dilupakan dalam melakukan advokasi yang terpenting bukanlah hasil tetapi bagaimana proses kita lakukan dengan baik, maka landasan pokok sebagai kekuatan adalah penguatan basis dengan pendidikan dsb.
G.    PERUMUSAN ISU
Isu menjadi sangat penting untuk alat propaganda, untuk merumuskan isu yang perlu diperhatikan adalah pertama, isu yang kita angkat menjadi kebutuhan dan kepentingan orang banyak, memilih isu janganlah yang menjadi tabu atau yang tidak disukai oleh kelompok lain atau masyarakat secara umum. Kedua, isu yang diangkat menunjukan letak ketidakadilan pada masyarakat dan solusianya. Isu tidak sama dengan jargon dan merupakan tuntutan bersama, maka isu yang dibangun adalah isu yang realistis (dapat dicapai walaupun minimal). Ketiga, isu yang diangkat tajam dan menunjukan semangat perlawanan.
Setelah merumuskan, maka langkah selanjutnya mengemas isu. Hal ini menjdi penting agar massa yang sebelumnya tidak mengerti atau bahkan memusuhi menjadi simpatik dan paham yang pada akhirnya dapat ikut terlibat aktif. Pengemasan isu dalam artian cara penyampaian dan alat apa yang dipakai untuk menyampaikan serta bahasa yang mudah dimengerti dan menarik orang untuk lebih tahu. Mengemas isu dan menyampaikannya kepada khalayak umum atau massa yang terlibat dalam proses advokasi bisa memakai selebaran, poster, spanduk dll.





BAB X
SETTING FORUM DAN TEKNIK PERSIDANGAN

A.    MACAM-MACAM FORUM

1. Diskusi                                      : Tukar menukar fikiran antara satu pihak dengan  pihak yang lain baik secara formal maupun non formal
2. Musyawarah                              : Kumpulan Orang-orang yang merumuskan suatu masalah sehingga dapat diambil sebuah keputusan untuk dilaksanakan bersama dengan penuh tanggung jawab.
3. Seminar                                     : Kumpulan orang-orang yang membiarkan suatu masalah tapi bukan untuk sebuah kesimpulan
4. Dialog                                        : Perbincangan antara dua pihak, dimana masing-masing pihak mengemukakan pendapat.
5. Simposium                                 : pertemuan orang-orang yang membawakan sebuah konsep yang diminta orang lain untuk melahirkan konsep baru atau satu buah kemasan
6. Saresehan                                  : Ialah kumpulan para pakar yang berbicara dalam sebuah forum resmi tentang sesuatu.
7. Loka Karya                               : Orang berbicara atau berkumpul untuk melahirkan sebuah rumusan tentang sesuatu yang berkaitan dengan loka karya dimaksud.
B. PEMIMPIN SIDANG
Ø   Syarat pimpinan sidang

1.      Dapat menguasai forum dengan baik dan tenang
2.      Dapat menggunakan otoritasnya secara demokrasi, adil dan bertanggung jawab
3.      Berwibawa dan senantiasa hati-hati dalam memutuskan suatu masalah
4.      Mengetahui segala situasi dan kondisi, cepat tanggap dan jeli ketika memimpin sidang.

Ø  Hak dan Kewajiban Pemimpin Sidang
1.      Memberikan pengantar sidang
2.      Membuka dan menutup sidang
3.      Memutuskan suatu masalah secara adil dan bijaksana
4.      Mengatur waktu dan suasana
5.      Mengusahakan dan mengarahkan sidang supaya tidak keluar dari permasalahan pokok
6.      Mengatur pembicaraan secara dialogis
C. PESERTA SIDANG
Hak peserta sidang
1.      Menerima materi, menyanggah atau berpendapat
2.      Mengusulkan kepada pimpinan sidang tentang suatu hal
Kewajiban Peserta Sidang
Memiliki niatan baik, dan proaktif,
D. PROSES PENGGUNAAN PALU SIDANG
Sebagai perangkat mati dalam sidang agar peserta atau kondisi sidang dalam suasana aman dan terkendali
a.       Ketukan Palu Sidang

v  Satu Ketukan :
1.       Menerima atau menyerahkan, antara pimpinan yang satu kepada yang lainnya
2.      Mensyahkan perpoint.
3.      Menskor waktu kelipatan satu ( 1x15 menit )
v  Dua Ketukan :
1.      Sekorsing waktu kelipatan Dua ( 2x15 menit atau lebih ).
2.      Mencabut sekorsing
v  Tiga Ketukan
1.      Mengesahkan peraturan-peraturan secara menyeluruh.
2.      Membuka atau menutup sidang
v  Empat Ketukan atau lebih :
Dalam keadaan gaduh / sebagai usaha mengendalikan sidang
E. MACAM-MACAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
a. hasil keputusan
1.                                                               Vooting       : Pengambilan keputusan dengan pengambilan suara terbanyak
2.                                                               Aklamasi     : Pengambilan keputusan secara musyawarah
3.                                                               Kompromi   : Keputusan yang diambil oleh pimpinan sesuai dengan tata tertib yang berlaku
b.      Proses-proses Pengambilan Keputusan

1.      Kualifikasi       : Peserta dipersilahkan mengutarakan pendapat
2.      Interpretasi      : Penapsiran untuk memperoleh kejelasan
3.      Polarisasi         : Mengumpulkan pendapat yang sama
4.                                                      Integrasi           :Menyatukan pendapat yang sama menjadi suatu kesepakatan

F.     MACAM-MACAM INTERUPSI

1.      Interupsi Point of Order  
: Menambahkan sebuah pendapat/asumsi
2.      Interupsi of Clearing
: Memotong dengan maksud meluruskan
3.      Interupsi of Perfic
: Bila ada ketersinggungan
4.      Interupsi of Reading
: Meluruskan bacaan atau mengingatkan
5.      Interupsi of Teknis
: Meluruskan teknis persidangan
6.      Interupsi of Time 
: Mengingatkan efisiensi waktu.
7.      Interupsi Point of Information
: Memberikan informasi

 



LAGU PERGERAKAN

Mars PMII

Inilah kami wahai indonesia
Satu barisan dan satu jiwa
Pembela bangsa penegak agama
Tangan terkepal dan maju kemuka
Habislah sudah masa yang suram
Selesai sudah derita yang lama
Bangsa yang jaya islam yang benar
Bangun tersentak dari bumiku subur
Reff : denganmu PMII pergerakanku
          Ilmu dan bakti kuberikan
          Adil dan makmur kuperjuangkan
          Untukmu satu tanah air ku
          Untukmu satu keyakinanku
Inilah kami wahai indonesia
Satu angkatan dan satu jiwa
Pembela bangsa penegak agama
Tangan terkepal dan maju ke muka
Back to reff

BERJUANGLAH

Berjuanglah PMII berjuang
Marilah kita bina persatuan 2x
Hancur leburkanlah angkara murka
Perkokohlah barisan kita, siap
Sinar api islam kini menyala
Tekad bulat jihad kita membara
Berjuanglah PMII, berjuang
Menegakkan kalimah tuhan,

Mahasiswa
Militer

Indonesia negeri berdarah
Berbagai macam peristiwa
Banyak rakyat yang dibohongi
Dinegara yang demokrasi
Ambon aceh dan timur leste
Serta tragedi yang lainnya
Sudah banyak tentara kita
Yang jadi Korban demi harta
*Tragedi semanggi,tragedi trisakti,tragedi 27 juli
Peristiwa Ambon, Peristiwa Tanjung Priuk
Peristiwa malari banyuwangi
Aparat keparat birokrat bangsat militer anjing tai kucing2x
Back to *

HIMNE PMII

Bersemilah, bersemilah
tunas PMII
Tumbuh subur, tumbuh subur
kader PMII
Masa depan di tanganmu
untuk meneruskan perjuangan
Bersemilah, bersemilah
kau harapan bangsa

BERGERAK DAN BERSATU

Bergerak dan bersatu menuju Indonesia baru
Singkirkanlah benalu singkirkan semua musuh-musuh
Rakyat pasti menang melawan penindasan
Rakyat kita pasti akan menang
Rakyat pasti menang merebut kedaulatan
Rakyat kita pasti akan menang
Revolusi, revolusi, revolusi sampai mati

Buruh Tani

Buruh tani mahasiswa Kaum miskin kota
Bersatu padu rebut demokrasi
Gegap gempita dalam satu suara
Demi tugas suci yang mulia
Hari hari esok adalah milik kita
Terbebasnya masyarakat pekerja
Terciptanya tatanan masyarakat
Sosialis sepenuhnya
Marilah kawan mari kita kabarkan
Ditangan kita tergenggam arah bangsa
marilah kawan mari kita nyanyikan
sebuah lagu... tengtang pembebasan


DARAH JUANG

Disini negeri kami
Tempat padi terhampar
Samuderanya kaya raya,
Negeri kami subur tuhan
Di negeri permai ini
Berjuta rakyat bersimbah luka
Anak kurus tak sekolah
Pemuda desa tak kerja

Reff..  Mereka dirampas haknya,
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Toek membebaskan rakyat
(Padamu kami berjanji)

2 komentar: